Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar ditetapkan bersalah melangar kode etik oleh Dewan pengawas KPK. Atas dasar itu, ia dihukum sanksi berat berupa pemotongan gaji sebesar 40 persen selama 12 bulan.
Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membawa pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar, ke kepolisian.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, mengatakan hal itu bisa dilakukan jika mengacu pada Pasal 65 dan Pasal 36 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Pasal 36 di antaranya berisi aturan yang melarang pimpinan KPK berhubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka. Sedangkan Pasal 65 berbunyi setiap anggota KPK yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
“Pasal 65 dan Pasal 36 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 secara jelas menyebutkan adanya ancaman pidana penjara hingga lima tahun bagi komisioner yang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan pihak berperkara di KPK,” ujar Kurnia melalui keterangan tertulis, Senin (30/8).
Sementara itu, Ketua Dewan Pengawas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, menyatakan pihaknya menangani perkara sebatas untuk pelanggaran kode etik saja, bukan pidana.
“Kalau dibaca putusan baik-baik itu jelas kami sampaikan kami tidak masuk dalam area perbuatan pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 36 Jo Pasal 65 UU 30 Tahun 2002 Jo UU Nomor 19 Tahun 2019,” kata Tumpak saat jumpa pers di Kantornya, Jakarta, Senin (30/8).
Sementara itu, Kurnia lebih lanjut meminta Deputi Penindakan KPK untuk mendalami potensi suap dibalik komunikasi antara Lili dengan tersangka KPK yang merupakan Wali Kota Tanjungbalai, M. Syahrial.
“Penelusuran ini penting untuk dilakukan oleh KPK. Jika kemudian terbukti adanya tindak pidana suap, maka Lili Pintauli Siregar dapat disangka dengan Pasal 12 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 dengan ancaman penjara seumur hidup,” kata dia.
Sebelumnya, Majelis Etik Dewan Pengawas KPK menyatakan Lili terbukti secara hukum telah melanggar kode etik dan pedoman perilaku berupa penyalahgunaan pengaruh untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak berperkara.
Ia dinilai terbukti melanggar Pasal 4 ayat 2 huruf b dan Pasal 4 ayat 2 huruf a Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
Lili dinilai terbukti memanfaatkan posisinya sebagai pimpinan KPK untuk menekan M. Syahrial guna pengurusan penyelesaian kepegawaian adik iparnya Ruri Prihatini Lubis di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Kualo Tanjungbalai.
Sementara terkait hubungan langsung dengan pihak berperkara, Lili dinyatakan terbukti berkomunikasi dengan M. Syahrial terkait dengan kasus dugaan korupsi jual beli jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai. (sumber-cnnindonesia.com)