Sudah ada dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinyatakan terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK selama periode ini.
Dua Tahun menjabat, Dua pimpinan dimaksud ialah Firli Bahuri dan Lili Pintauli Siregar yang dilantik Presiden Joko Widodo sebagai Komisioner KPK pada Desember 2019. Pelanggaran kode etik oleh pimpinan KPK dinilai sejumlah pihak memperlihatkan masalah serius dan bisa berdampak pada muruah lembaga.
“Pelanggaran kode etik ini dapat memperburuk citra KPK di tengah masyarakat. Sebagaimana diketahui, tingkat kepercayaan masyarakat kepada lembaga antirasuah itu terus menurun sejak beberapa waktu terakhir, dikonfirmasi setidaknya oleh 7 lembaga survei,” ujar peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, Rabu (1/9).
Lili, pada Senin (30/8), dinilai Dewas KPK terbukti secara hukum melanggar kode etik dan pedoman perilaku yakni menyalahgunakan pengaruh sebagai pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak yang berperkara di KPK.
Ia dihukum dengan sanksi berat berupa pemotongan gaji sebesar 40 persen selama 12 bulan. Adapun gaji pokok Wakil Ketua KPK senilai Rp4.620.000. Jika dihitung selama 12 bulan, gaji pokok Lili secara total dipotong senilai Rp22.176.000.
Lili terbukti melanggar prinsip Integritas sebagaimana Pasal 4 ayat 2 huruf b dan Pasal 4 ayat 2 huruf a Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
Lili memanfaatkan posisinya sebagai pimpinan KPK untuk menekan Wali Kota Tanjungbalai, M. Syahrial, guna pengurusan penyelesaian kepegawaian adik iparnya Ruri Prihatini Lubis di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Kualo Tanjungbalai. Hal itu terkait dengan pembayaran uang jasa pengabdian Ruri sejumlah Rp53.334.640,00.
Mantan Komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) ini juga dinilai telah berhubungan langsung dengan M. Syahrial terkait dengan kasus dugaan korupsi jual beli jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai. Saat itu, Lili memberi tahu M. Syahrial mengenai kasus jual beli jabatan yang sedang diusut oleh lembaga antirasuah.
Komunikasi aktif Lili terlihat saat memberi kontak seorang pengacara bernama Fahri Aceh ke Syahrial. Kala itu, Syahrial merasa tim penyidik KPK akan bertandang ke Tanjungbalai setelah melakukan penggeledahan di Labuhanbatu Utara.
Meskipun Syahrial tidak berhasil menghubungi Fahri Aceh, Dewas KPK menilai Lili telah berupaya untuk mengatasi perkara Syahrial terkait dengan jual beli jabatan. Bahkan, Dewas KPK menilai perbuatan Lili merupakan awal mula perbuatan koruptif.
Jauh sebelum ini, tepatnya pada 24 September tahun lalu, Firli Bahuri selaku Ketua KPK dinyatakan terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku terkait penggunaan helikopter untuk kepentingan pribadi.
Firli terbukti melanggar prinsip Integritas dan Kepemimpinan sebagaimana Pasal 4 ayat 1 huruf n dan Pasal 8 ayat 1 huruf f Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
Dewas KPK menghukum Firli dengan sanksi ringan berupa Teguran Tertulis II. Berdasarkan Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 2 Tahun 2020, Teguran Tertulis II berlaku selama 6 bulan.
Pasal 12 aturan tersebut menyatakan bahwa insan komisi yang sedang menjalani sanksi ringan, sedang, dan/atau berat tidak dapat mengikuti program promosi, mutasi, rotasi, dan/atau tugas belajar/pelatihan baik yang diselenggarakan di dalam maupun di luar negeri.
Jika ia mengulangi pelanggaran pada jenis pelanggaran yang sama, maka dapat dijatuhkan sanksi satu tingkat di atasnya yakni sanksi sedang berupa pemotongan gaji. (Sumber-cnnindonesia.com)