Neerja Bhanot bekerja sebagai pramugari senior di maskapai penerbangan Pan American World Airways ketika tragedi 5 September 1986 terjadi.
Saat singgah rutin di Pakistan, maskapai Pan American dibajak oleh empat teroris asal Palestina. Meskipun hampir semua orang ketakutan, Neerja Bhanot tidak membuang-buang waktunya.
Meskipun Neerja saat itu masih berusia 22 tahun, pemikiran cepatnya berhasil menyelamatkan pilot dan ratusan penumpang lainnya dari cobaan selama 17 jam itu.
Kelompok teror bertujuan untuk mengalihkan penerbangan ke Siprus dan Israel untuk membebaskan tahanan Palestina.
Saat pesawat hendak berangkat dari Karachi, Pakistan, Neerja dan para penumpangnya disambut dengan tembakan yang memekakkan telinga.
Saat para pembajak naik ke atas pesawat dan menembakkan senjata, Neerja segera meneriakkan kode tanda bahaya melalui interkom, sementara pramugari Sherene Pavan segera memasukkan kode tersebut.
Empat jam kemudian, pembajak meminta awak pesawat mengumpulkan paspor setiap penumpang. Neerja dengan berani menyembunyikan paspor orang-orang AS bahkan membuangnya ke tempat sampah dan toilet.
Mengklaim tidak ada orang Amerika di kapal, Neerja lantas merawat penumpangnya, menyajikan sandwich dan minuman serta menjaga mereka tetap tenang.
Akhirnya, setelah 17 jam yang menyiksa, listrik di pesawat tiba-tiba padam. Gagal meledakkan sabuk peledak, orang-orang bersenjata itu malah menembaki koridor pesawat. Neerja Bhanot bergegas untuk membuka salah satu pintu keluar darurat dan membantu penumpang turun. Neerja tertembak saat melindungi tiga anak.
Menurut seorang yang selamat, Bhanot tidak hanya terbunuh dalam baku tembak melainkan sengaja dieksekusi. Ketika salah satu pembajak menyadari bahwa Neerja melindungi penumpang, orang-orang bersenjata segera menembaknya.
Setelah pembajakan, teroris ditangkap dan diadili dan didakwa di Pakistan. Salah satu pembajak dipenjara di Amerika Serikat, sementara yang lain diserahkan kepada otoritas Palestina yang membebaskan mereka pada 2008. Mereka masih buron hingga hari ini.