Tim gabungan dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA), Kepolisian Daerah (Polda) Riau, dan Balai Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sumatera Seksi II meringkus empat orang terkait dugaan perdagangan kulit Harimau Sumatra.
Mereka yang ditangkap terdiri dari 3 (tiga) orang pria masing-masing berinisial SY, SH, dan RS, dan seorang wanita berinisial MY. Keempat pelaku ditangkap di Kabupaten Kampar. Jumat (24/9/21).
“Tadi (kemarin,red) sekira pukul 06.30 WIB, kami bersama Polda Riau dan Balai Gakkum KLHK melakukan penangkapan di lokasi itu, di SPBU Simpang Kubang, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar,” ujar Pelaksana Harian (Plh) Kepala BBKSDA Riau, Hartono mengutip dari Haluanriau.
Dijelaskan Hartono, Pengungkapan ini bermula dari informasi yang didapatkan tim dari masyarakat pada Sabtu (18/9), bahwa akan ada transaksi jual beli kulit harimau. Informasi itu masuk ke nomor call center BBKSDA Riau.
Petugas kemudian melakukan tindak lanjut dengan melakukan operasi pengumpulan bahan keterangan (pulbaket). Berselang 1 pekan, tim terus melakukan pendalaman, bahkan sampai ke daerah Dharmasraya, Provinsi Sumatra Barat (Sumbar).
Akhirnya, pada Jumat pagi tadi, tim kembali mendapat informasi bahwa akan terjadi transaksi dimana kulit harimau dibawa para pelaku ke Kota Pekanbaru.
Dalam operasi penangkapan itu dipaparkan Hartono, tim mengamankan total 4 pelaku yang semuanya adalah warga Sumbar. Selain itu petugas menyita barang bukti 1 kulit harimau utuh dan 1 unit kendaraan roda empat.
“Para pelaku dan barang bukti sekarang sudah di Polda Riau untuk proses penyidikan lebih lanjut,” sebut Hartono.
Disinggung peran para pelaku ini, apakah hanya sebagai penjual atau sekaligus pemburu, Hartono mengungkapkan, nantinya akan lebih didalami dan disimpulkan oleh tim penyidik.
“Kulit harimau dibawa dari Dharmasraya. Berdasarkan wawancara dengan para pelaku, kulit harimau dikirim dari daerah Kerinci,” sebut dia seraya mengatakan, kulit harimau ini akan dijual Rp84 juta-an.
“Itu kulit harimau utuh, dengan panjang 2,2 (meter),” pungkasnya.
Atas perbuatannya, para pelaku dijerat dengan Pasal 40 ayat (2) Undang-undang (UU) RI Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Adapun ancaman pidananya maksimal 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp100 juta.