Laporan Social Media Animal Cruelty Coalition (SMACC) Report 2021 menunjukkan, ada 5.480 video penyiksaan hewan dari seluruh dunia yang diunggah di media sosial. Dari jumlah itu, video penyiksaan hewan paling banyak berasal dari Indonesia, yakni 1.626 konten atau 29,67%.
Asia for Animals Coalition telah mengumpulkan data sejak Juli 2021 hingga Agustus 2021, dengan sumber konten dari YouTube, Facebook dan TikTok.
“Mungkin fakta paling mengejutkan, secara kolektif, 5.840 masing-masing video yang kami dokumentasikan telah ditonton sebanyak 5.347.809.262 kali saat penelitian ini ditulis,” tulis Asia for Animals Coalition dalam laporannya.
Dalam laporan tersebut, Asia for Animals Coalition pun menyebutkan, banyak kerugian yang diderita oleh hewan akibat penyiksaan dari manusia.
Mirisnya, dari konten-konten penyiksaan hewan itu, platform media sosial sebagai tempat berbagai serta pengunggahnya justru meraup keuntungan.
Sementara itu, Animal Defender Indonesia mengatakan, maraknya video penyiksaan hewan yang diunggah dari Indonesia merupakan dampak dari ketidakpastian hukum.
“Ini tekanan baik bagi legislator di Indonesia, bahwa ayo kita perbaiki undang-undangnya,” kata pendiri Animal Defender Indonesia Doni Herdaru Tona, dikutip dari Kompas.com, Minggu (3/10).
Selain itu, Doni mendapati, kebanyakan pengunggah konten kekerasan terhadap hewan di media sosial adalah anak-anak remaja yang dapat dikatakan mengalami sindrom look at me generation.
“Umumnya, kasus putar-putar kucing ini (diunggah) anak-anak tanggung. Itu kucingnya sempoyongan, ada yang jatuh ke comberan dan lain-lain,” ujar Doni.
Maka dari itu, bersama Animal Defender Indonesia, Doni terus berupaya memberikan edukasi kepada remaja masa kini bahwa mencari hiburan itu tidak harus dengan menyiksa hewan.