Dana pendidikan untuk pendidikan tinggi cukup besar dapat diselewengkan. Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, mengajak sivitas akademika ikut mengawasi penggunaan dana pendidikan. Hal itu dia sampaikan saat menghadiri memberikan kuliah umum berjudul ‘Pembangunan Budaya Integritas Melalui Pendidikan Antikorupsi’ di Universitas Udayana.
“Dana yang dikucurkan oleh pemerintah untuk pendidikan tinggi cukup besar. Kalau tidak diawasi dengan baik, dana tersebut disalahgunakan dan yang jadi korban mahasiswa,” kata Alexander. Demikian dikutip dari Antara, Selasa (5/10)
Alexander mencontohkan bagaimana dana pengadaan alat laboratorium dapat dikorupsi. “Yang seharusnya dapat dibelikan alat bagus karena korupsi dibelikan yang kualitasnya lebih rendah atau akurasinya tidak baik, maka yang dirugikan sesungguhnya adalah mahasiswa,” tambah Alexander.
Di hadapan lebih dari 800 peserta yang terdiri atas dekan, tenaga pengajar, dan mahasiswa yang ikut secara daring maupun luring, Alexander menjelaskan bahwa korupsi masih dipahami sebagian pihak sebagai perbuatan yang merugikan keuangan negara saja.
“Padahal, banyak perbuatan koruptif lain yang tidak selalu merugikan keuangan negara tetapi juga termasuk korupsi yang dampaknya dirasakan semua pihak,” ungkap Alexander.
Namun di sisi lain, menurut Alexander, pemahaman masyarakat terhadap antikorupsi cenderung mengalami peningkatan.
Mengutip hasil survei perilaku antikorupsi Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi kenaikan skor dari tahun ke tahun, artinya perilaku antikorupsi masyarakat di Indonesia sudah baik walau masih ada masyarakat yang masih memberikan sesuatu setelah memperoleh pelayanan publik baik secara sukarela maupun tidak.
“Hal ini memperlihatkan masyarakat masih bersifat permisif atau serba membolehkan. Saya diuntungkan kok dan tidak keberatan untuk membayar. Nah, ini tidak benar,” tambah Alexander.
Rektor Universitas Udayana, Prof Nyoman Gde Antara, sepakat pentingnya pembangunan budaya antikorupsi di kampus.
Ia menyampaikan bahwa pemahaman antikorupsi sesungguhnya tidak hanya penting untuk sivitas hukum saja, karena korupsi melibatkan banyak disiplin ilmu.
“Berbicara antikorupsi tidak bisa bicara dari satu fakultas saja, bisa dari kalangan mana saja, tidak mesti dari fakultas hukum tapi bisa jadi teknik, kedokteran, dan sebagainya. Ada relevansinya selama kita berinteraksi dengan KPK, kita ambil manfaat yang banyak. Pencegahan korupsi harus kita upayakan sedini mungkin,” kata Nyoman.
Nyoman berpendapat kuliah antikorupsi akan menjadi lebih baik lagi jika diprogramkan secara formal dan hal ini menjadi tantangan tersendiri. Tapi jika cara tersebut berhasil dapat menjadi kekhususan dan dapat dikembangkan lebih lanjut.
Pembelajaran antikorupsi, menurut Nyoman, perlu didorong dari dasar dan berkelanjutan.
“Ajarkan anak-anak untuk menjauhi perilaku koruptif, kalau perlu KPK yang mengajar sebagai dosen tamu. Kami sebagai pimpinan akan mendorong kegiatan seperti ini,” tambah Nyoman.(sumber_merdeka.com)