Surat Telegram Kapolri yangg memerintahkan seluruh Kapolda menjatuhkan sanksi tegas kepada anggotanya yang melanggar aturan etik maupun pidana, dianggap tidak cukup untuk menghentikan praktik penyalahgunaan wewenang dan impunitas terhadap pelaku.
Dalam catatan Kontras, sepanjang Juli 2020 sampai September 2021 terjadi 814 kasus kekerasan, kriminalitas, hingga tindakan tidak manusiawi oleh polisi. Tapi 90% di antaranya tidak ada proses penindakan.
Wakil Koordinator Kontras, Rivanlee Anandar, menduga hal itu terjadi demi menjaga nama baik institusi. Tapi Kapolri Listyo Sigit Prabowo mengeklaim sanksi tegas itu diterapkan demi menjaga marwah insitusi Polri yang dirusak oleh anggota kepolisian yang ia sebut oknum.
Salah satu kasus yang baru-baru ini terjadi dan menjadi sorotan publik sehingga didesak agar pelaku diseret ke ranah pidana yakni dugaan pemerkosaan yang dilakukan Kapolsek Parigi Mountong berinsial IDGN kepada anak tersangka kasus pencurian.
Peristiwa yang terjadi pada 8 Oktober silam, membuat kondisi psikologis korban berinisial S tersebut trauma berat.
Pengacara korban, Andi Akbar Panguriseng, mengatakan saat diperiksa untuk membuat Berita Acara Pemeriksaan di rumah korban oleh penyidik dari Krimum dan Propam Polda Sulawesi Tengah, remaja berusia 20 tahun itu sering menangis histeris. Begitu pula dengan sang ibu.
“Karena hal tersebut, proses BAP sering kali dihentikan, karena menunggu kondisi korban untuk tenang kembali,”ujar Andi Akbar kepada wartawan Eddy Djunaedi, mengutiip dari Suara.com. Rabu (20/10).
Saat pertama kali melaporkan kasus ini, pihak pengacara mengadukan terduga pelaku atas sangkaan Pasal 286 dan 287 KUHP yakni tindak pidana persetubuhan.
Namun dalam pemeriksaan, diduga ada unsur pemaksaan, pemerkosaan, dan kesusilaan.
“Maka dari itu kami akan melakukan upaya-upaya tersebut. Sehingga pelaku akan dijerat pasal tindak pidana pemerkosaan, kesusilaan dan persetubuhan.”
Korban dan keluarga, katanya, ingin agar terduga pelaku tidak hanya dikenakan sanksi etik dan dicopot dari jabatannya, tapi juga diproses secara pidana.
“Agar tidak ada lagi kejadian-kejadian atau korban-korban lain seperti yang dialami oleh korban,”tegas Andi Akbar.