Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima sebanyak 303 laporan masyarakat Nusa Tenggara Timur terkait penyelenggaraan pemerintahan di daerah tersebut.
Hal ini dihitung selama kurun waktu 2018 hingga September 2021.
“Masyarakat NTT cukup aktif menggunakan layanan pengaduan yang disediakan KPK, hanya sayangnya laporan itu lebih banyak di luar tindakan pidana korupsi,” kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dilansir Antara, Senin (25/10).
Ia mengemukakan hal itu berkaitan dengan peran masyarakat dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di lingkungan pemerintah daerah di Provinsi NTT.
KPK mencatat jumlah laporan masyarakat NTT pada 2018 sebanyak 178 laporan, tahun 2019 (107 laporan), dan tahun 2020 (18 laporan), sedangkan pada tahun 2021 masih nihil laporan.
Berdasarkan delik, laporan atau pengaduan warga NTT itu lebih dominan berupa perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara sebanyak 167 laporan, nontindak pidana korupsi 101 laporan, penyuapan 18 laporan, tindak pidana lain terkait tindak pidana korupsi 10 laporan.
Ia mengatakan meskipun laporan tersebut didominasi bukan tindak pidana korupsi, namun KPK tidak menghentikan laporan tersebut melainkan meneruskan kepada pihak atau lembaga berwenang.
“Dari mana laporan tersebut berasal tetap kami teruskan kepada pihak penegak hukum yang memang menangani kasus-kasus tindak pidana terkait laporan tersebut,” katanya.
Lili menambahkan semakin tinggi kesadaran masyarakat untuk mengkritisi, maka hal itu akan lebih baik dalam upaya mendorong perbaikan penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
Rapat koordinasi tersebut dihadiri Wakil Gubernur NTT Josef Nae Soi, Ketua DPRD NTT Emelia Nomleni, Kepala Kejaksaan Tinggi NTT Yulianto, kepala daerah dari 22 kabupaten/kota se-NTT, pimpinan, dan jajaran PT PLN (Persero) tingkat regional.