Seorang anggota polisi menjadi korban pembacokan di Jalan Setia Budi, Perumahan Kalpatara Indah, Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Medan Helvetia, Medan, Sumatera Utara, Jumat (22/10) lalu.
Edi Susanto, kakak ipar korban, mengungkapkan kronologi peristiwa penyerangan yang dilakukan oleh sekelompok orang tersebut hingga mengakibatkan Aipda Eko terluka. Peristiwa penyerangan itu bermula saat seseorang berinisial DK hendak menyewa kendaraan truk kepada Edi Susanto, Rabu (13/10).
Edi menuturkan, saat itu dirinya didatangi DK yang hendak menyewa truknya sebanyak tujuh unit untuk digunakan ke daerah Kabupaten Langkat.
Ia mengatakan, saat itu dirinya mengaku tidak memiliki unit sebanyak yang diinginkan.
Edi lantas mencarikan truk kepada rekannya bernama Pohan dan Anto.
“Saya bilang sama dia unit saya enggak ada. Kalau bisa saya bantu satu unit. Jadi saya telpon kawan saya. Dapatlah dari Anto tiga unit dari Pohan empat unit,” katanya.
Edi menambahkan, penyewaan truk tersebut dihitung perhari, satu truk Rp 900 ribu.
DK disebut Edi telah menyetujui kesepakatan itu dan akan menyewanya selama enam hari. Karena itu, uang sewa truk-truk itu sebesar Rp37,8 juta.
Edi menuturkan, truk-truk tersebut disewa DK untuk dipakai bekerja bersama dengan salah satu ketua organisasi masyarakat atau ormas di Langkat.
Pada sore harinya, lanjut Edi, datanglah orang menggunakan mobil yang disebut-sebut merupakan anggota ormas itu.
“Bertransaksilah mereka, si DK ini ngambil deposit sama anggota Ormas itu. DK minta bantu, minta surat tanda terima supaya ketua ormas itu percaya, bahwa di sinilah tempatnya, jadi kita bantulah,” ucap Edi.
“Besoknya berangkatlah truknya pagi empat unit, kemudian tiga lagi nyusul siang. Ketemulah sama mereka di sana.”
Setelah berjalan dua hari, tiba-tiba DK menghubungi Edi dan mengatakan tidak sanggup membayar. Karena itu, dia meminta agar penyewaannya dibatalkan.
“Di pulangkan semua karena nggak sanggup bayar rental, hari rabu pulang semua. Jadi ku telpon DK ini, hitungan dulu kita, tapi dia nggak datang,” ujarnya.
Lalu, hari berikutnya datanglah anggota Ormas yang datang ke kantornya dan memaki-maki Edi.
“Datanglah utusan ketua ormas itu, dibilangnya saya penipu, tukang olah. Jumpanya sa karyawan saya, kebetulan saya nggak ada,” ucapnya.
Tak lama kemudian, Edi datang dan bertemu dengan anggota ormas tersebut. Di saat bersamaan, datang DK untuk menyelesaikan permasalahan penyewaan truk. Menurut Edi, DK dan anggota ormas itu saling berdebat. Akhirnya, DK menyarankan agar Edi mengembalikan uang sewa yang telah dibayarkan.
“Karena kondisi kejepit, DK yang menyarankan upaya dipulangkan. Dibayarlah Pohan terutang Rp8,55 juta, Anto Rp7,225 juta. Tapi karena uang mereka kurang jadi ku talangin,” katanya.
Setelah semua perhitungan selesai, tiba-tiba Edi kembali didatangi oleh anggota ormas itu. Mereka protes bahwa hitungan pengembalian uang ada selisih.
“Selisih berapa lagi, kan sudah sepakat, si DK juga yang bilang sepakat. Jadi saya pun pulang,” katanya.
Namun, saat itu ia diikuti oleh anggota ormas ini sampai rumah. Ketika berada di rumah, Edi dan anggota ormas saling cekcok. Tak lama kemudian, dua karyawannya datang dan terjadilah perkelahian.
Edi tak tinggal diam. Ia mencoba melerai keributan dan mengusir anggota ormas itu. Setelah itu, Edi berpikir anggota ormas akan membuat laporan polisi, sehingga ia menghubungi adiknya Aipda Eko. Kemudian, usai menghubungi adiknya yang berdinas di Polsek Medan Timur itu, ia putuskan untuk bertemu dengannya di Kantor.
Sedang asik bercerita, tiba-tiba istrinya yang berdinas di Kantor Samsat Putri Hijau memberi kabar bahwa rumahnya diserang puluhan orang.
Mendapat kabar itu, ia bersama adiknya langsung pulang menuju rumahnya.
Melihat keadaan itu, ia mencoba menepi di jalan komplek rumahnya. Saat itu ia juga mendengar dua kali letusan senjata api.
“Jadi mereka sudah siap merusak rumah. Saya buka kaca mobil saya dengar dua kali letusan senjata api,” katanya.
Usai melakukan perusakan, puluhan mobil pelaku keluar dari komplek tempat tinggalnya. Namun, karena seseorang dari mereka mengenai mobil miliknya, anggota ormas itu berhenti dan menyerangnya.
Edi yang mengaku panik lantas mencoba tancap gas ke arah kompleks. Sementara adiknya yang mengendarai motor di belakangnya turut dikejar para pelaku.
“Saya liat adik saya sudah dikejar pakai kelewang, tidak mungkin saya bantu, karena memang ramai sekali, sekitar 70 orang ada, jadi saya masuk komplek,” ucapnya.
Ketika ia berhasil masuk ke dalam komplek, puluhan orang ini langsung pergi dan tidak mengejar lagi. Tetapi, adiknya Aipda Eko sempat terkena bacokan hingga bersimbah darah.