Dugaan korupsi pengalihan status Areal Penggunaan Lain (APL) Hutan Tele di Desa Partungko Naginjang, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara (Sumut) yang merugikan negara sebesar Rp34 miliar. Eks Bupati Toba Samosir (Tobasa) Sahala Tampubolon segera menjalani persidangan.
Tim Jaksa Penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Sumut) telah menyerahkan berkas perkara dan tersangka kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumut berkolaborasi dengan JPU Kejari Samosir, Selasa (2/11).
“Karena kejadian perkara di Samosir maka JPU Kejari Samosir menerima berkas dari Jaksa Penyidik Kejati Sumut dengan koordinatornya dari Kejati Sumut,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajati Sumut) IBN Wiswantanu melalui Kasi Penkum Kejati Sumut Yos A Tarigan.
Selain Sahala Tampubolon, penyidik juga telah menetapkan dua tersangka lainnya yakni mantan Sekda Tobasa Parlindungan Simbolon dan mantan Kepala Desa Partungko Naginjang yang juga eks Anggota DPRD Samosir Boluson Pasaribu.
“Untuk proses hukum selanjutnya, para tersangka dititipkan ke Rutan Tanjung Gusta Medan,” jelas Yos.
Dalam kasus ini, Sahala Tampubolon yang saat itu menjabat sebagai Bupati Tobasa membentuk Tim Penataan dan Pengaturan Kawasan Hutan Tele (PPKHT) di Desa Partungko Naginjang Tahun 2002.
Selanjutnya Sekda Tobasa Parlindungan Simbolon menjadi pengarah dan tersangka Boluson Pasaribu sebagai anggota tim. Lalu Boluson dan Parlindungan Simbolon menghimpun 293 orang untuk mengajukan izin pembukaan lahan di kawasan Hutan Tele.
Boluson juga meminta uang sebesar Rp600.000 kepada setiap orang yang mengajukan pembukaan lahan. Uang tersebut diserahkan kepada Tim PPKHT. Kemudian pada 26 Desember 2003 Bupati Sahala Tampubolon menerbitkan izin membuka lahan untuk pemukiman dan pertanian di Desa Partungko Naginjang. Namun pembukaan lahan tersebut bermasalah.
Sahala Tampubolon dianggap tidak melaksanakan tugasnya sebagai Bupati Tobasa untuk melakukan pengawasan terhadap peraturan perundang-undangan Landreform di daerahnya sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 5 Keputusan Presiden RI Nomor 50 Tahun 1980 tentang Organisasi dan Tata Kerja Penyelenggaraan Landreform.
Sementara Parlindungan Simbolon telah menyalahgunakan jabatannya sebagai Sekda Tobasa untuk mengusulkan nama-nama warga yang bukan warga setempat dan bukan pula petani setempat. Sedangkan Boluson melakukan penjualan atas tanah tersebut Rp15 juta per hektare pada 2014. Bahkan sebagian lahan dijual kepada yang bukan warga desa tersebut.
“Dalam perkara ini, ditemukan potensi kerugian negara berdasarkan hasil audit dari BPKP Wilayah Sumut sebesar Rp 34.740.000.000,” papar Yos.
Para tersangka dijerat melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (sumber_cnnindonesia.com)