Viral dugaan kasus pelecehan seksual beredar di media sosial Twitter. Sebuah utas menyebutkan bahwa seorang pemuda asal Kota Surabaya berinisial AS telah melakukan kekerasan seksual kepada lima orang perempuan dalam rentang waktu tahun 2014 hingga 2021.
Utas tersebut dibuat oleh akun organisasi Laskar Mahasiswa Republik Indonesia (Lamri) Kota Surabaya yaitu @LAMRISURABAYA, Senin (1/11). Hingga Selasa (2/11) malam, utas itu telah mendapat 1,295 Retweets, 446 Quote Tweets, dan 2,843 Likes.
1. Dua korban kekerasan seksual oleh AS dibongkar Lamri Surabaya
Ketua Lamri Surabaya, Bima Aji menjelaskan bahwa kekerasan seksual yang dilakukan oleh AS itu awalnya terbongkar pada tahun 2018, saat itu AS masih terdaftar menjadi anggota Lamri. Saksi yang sempat membuntuti AS dan mencurigai kelakuannya melaporkan dugaan kekerasan seksual yang dilakukan AS kepada Korban 2. Setelah dilakukan penelusuran, rupanya benar, AS menyetubuhi Korban 2 tanpa persetujuan dalam keadaan mabuk.
Dari penetrasi tanpa persetujuan itu, Korban 2 mengalami trauma baik fisik maupun mental. Bahkan, Korban 2 terkena infeksi saluran kencing beberapa hari setelah peristiwa tak mengenakkan menimpanya.
Setelah ditelusuri lebih lanjut oleh Lamri, rupanya AS juga pernah melakukan perbuatan serupa kepada Korban 1 di tahun 2016. Sama seperti sebelumnya, korban dibuat tak berdaya dengan pengaruh minuman beralkohol sebelum akhirnya diperkosa oleh AS.
“Yang melaporkan dahulu adalah saksi yang mengikuti. Lalu kami melakukan proses investigasi tidak berselang lama pada tahun tersebut,” ujar Bima dikutip dari IDN Times, Selasa (2/11).
2. AS dipecat dari Lamri Surabaya
Setelah mendapatkan keterangan dari dua orang korban itu, Lamri kemudian menyidang dan memutuskan untuk memecat AS dari keanggotaan pada tahun 2018. Sayangnya, mahasiswa magister Ilmu Sejarah di sebuah universitas negeri kenamaan ini kemudian menyebarkan fakta salah mengenai organisasi Lamri. Oleh sebab itu, dengan berbagai pertimbangan dan dengan ketersediaan korban, Lamri pun mempublikasi surat pemecatan AS serta kesaksian Korban 1 serta Korban 2 di media sosial.
“Sampai tahun 2021, anggota LAMRI dan korban masih mendengar isu ini. Hal ini berarti Appridzani sama sekali tidak mengindahkan peringatan korban. Makin hari isu ini menjadi bola liar yang mencemarkan nama baik organisasi, dan juga melukai perasaan korban,” sebut Bima.
3. Korban 4 orang ditemukan dari investigasi
Tak hanya dua orang, Lamri kemudian melanjutkan investigasi untuk mencari korban-korban lainnya. Dua korban predator akhirnya ditemukan. Korban 3 merupakan rekan yang sering dibantu oleh AS dalam bidang akademik. Namun, dalam sebuah kesempatan di tahun 2014, AS malah melakukan pelecehan seksual kepada Korban 3. Di kasus ini, korban tidak dalam pengaruh alkohol.
Sementara Korban 4, menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh AS secara paksa pada tahun 2016. AS memaksa korban untuk mau berciuman dengannya tanpa persetujuan korban. Korban 4 mengalami trauma psikis hingga bertahun-tahun akibat kejadian tersebut.
“Lamri secara tegas tidak menoleransi kekerasan seksual dalam bentuk apapun. Kami mengecam tindakan Appridzani yang telah merebut ruang aman bagi keempat penyintas,” lanjut Bima.
4. Korban kelima diketahui dari layanan aduan
Setelah merilis pernyataan tersebut, Lamri membuka layanan pengaduan jika ada korban-korban dari AS lainnya. Ternyata, ada Korban 5 yang melaporkan perbuatan AS. Korban 5 ini merupakan korban terbaru dari AS. Korban mengalami kekerasan seksual ini di Yogyakarta, saat AS memaksa korban melakukan perbuatan intim. Korban mengaku mengalami trauma dan ketakutan hingga saat ini.
“Kami juga membuka hotline untuk penyintas lain yang ingin bersuara dan berbagi energi positif dalam kasus ini. Dipersilahkan juga bagi kawan-kawan yang ingin menyatakan solidaritasnya dan memperjuangkan isu serupa. Hotline Via WhatsApp: 081325351230,” sebut Bima.
Hingga kini, Lamri sudah menerima laporan-laporan tambahan. Namun, laporan lain masih belum dipublikasikan.
5. Belum ada rencana melapor ke polisi
Dari kumpulan kasus yang disampaikan oleh Lamri, hingga saat ini Bima masih belum memiliki keinginan untuk melaporkan AS ke kepolisian. Tujuan publikasi kasus-kasus tersebut adalah agar AS meluruskan isu yang ia sebar karena telah menyangkal kekerasan seksual yang ia lakukan sekaligus mencegah adanya korban-korban AS berikutnya.
“Jika penyintas menginginkan demikian, kita akan memfasilitasi. Untuk saat ini penyintas belum ada keinginan hingga ke ranah hukum,” tutup Bima.