Mencari perlindungan ke pihak jurusan karena merasa dilecehkan oleh dosen pembimbing,
Mahasiswi Hubungan Internasional Universitas Riau (Unri) yang diduga menjadi korban pelecehan seksual saat melakukan bimbingan proposal skripsi mengaku diintimidasi dan ditertawakan oleh pihak jurusannya.
Peristiwa ini terjadi saat korban meminta bantuan kepada salah satu dosen di jurusannya untuk mengadukan dugaan pelecehan seksual yang dialaminya ke Ketua Jurusan dan meminta pergantian pembimbing proposal.
“Saya meminta beliau untuk menemani saya untuk menemui ketua jurusan untuk melaporkan kasus ini dan agar bisa mengganti pembimbing proposal saya,” kata mahasiswi tersebut dalam sebuah video yang diunggah akun Instagram @mahasiswa_universitasriau, Kamis (4/11).
Namun, dosen yang dimintai bantuan tersebut meminta agar korban menemuinya terlebih dahulu. Saat korban sudah sampai di rumah Ketua Jurusan, ia disuruh berputar balik dan menemui dosen tersebut di kedai kopi.
Di kedai tersebut, dosen itu justru menekan korban untuk tidak mengadukan kasus ini pada Ketua Jurusan. Tidak hanya itu, dosen tersebut bahkan mengancam korban sambil menyuruhnya bersabar dan tabah atas peristiwa itu. “Ia mengancam saya dengan kata-kata seperti, ‘jangan sampai gara-gara kasus ini Bapak SH nanti bercerai dengan istrinya’,” tutur mahasiswi tersebut menirukan dosennya.
“Beliau mencoba menghalang-halangi saya untuk mendapatkan keadilan atas perlakuan tidak pantas yang diberikan Pak SH kepada saya,” tambahnya.
Menurut korban, ia dan dosen tersebut kemudian bertemu dengan Ketua Jurusan setelah salat Jumat. Di depan Ketua Jurusan itu dosen tersebut kemudian menyalahkan kecerobohan korban karena melakukan bimbingan tanpa menggunakan SK. “Dia mementingkan persyaratan SK ketimbang kasus pelecehan seksual yang saya terima oleh Bapak SH,” ujarnya.
Korban menyebut dosen tersebut berulang kali mencoba menjatuhkannya di depan Ketua Jurusan. Dalam pertemuan itu, korban mengaku merasa sangat tertekan dan diintimidasi. Karena tertekan, korban melontarkan pernyataan yang seharusnya tidak ia sampaikan.
Dosen tersebut, kata dia, menyatakan tindakan itu bukan kebiasaan SH melainkan bentuk kekhilafan. Meski demikian, korban mengaku tetap tidak bisa menerima perilaku SH. “Beliau juga mengatakan bahwa Bapak SH melakukan hal ini bukan karena kebiasaan tapi karena insidental atau kekhilafan saja,” tuturnya.
Tidak hanya itu, dosen dan Ketua Jurusan itu justru melontarkan pernyataan yang menyakitkan bagi korban. Menurut korban, mereka berkata bahwa ia tidak mungkin hanya dicium saja. Setelah mengucapkan kalimat itu, kedua dosen tersebut kemudian tertawa. “Ada beberapa statement yang mereka berdua katakan, saya tidak mungkin kan menyebut kalau ini hanya dicium saja,” ungkap mahasiswi tersebut.
“Mereka berdua tertawa akan hal itu di depan saya yang telah mengalami pelecehan seksual yang mereka sendiri tidak merasakan bagaimana sakitnya, bagaimana pedihnya merasa harga diri diinjak-injak oleh perlakuan tersebut,” kata korban dengan parau.
Mendengar pernyataan Ketua Jurusan dan dosen yang ia kira bakal memberinya bantuan, korban tidak memiliki perlindungan dan merasa pihak Jurusan HI tidak menunjukkan rasa kepedulian.
Bahkan, kedua doesen tersebut juga melarang korban untuk menyuarakan atau speak up peristiwa pelecehan yang dialaminya. Mereka meminta agar peristiwa ini hanya diketahui korban. “Mereka mengatakan saya tidak boleh speak up… Itu yang saya terima setelah saya mencoba untuk mendapat perlindungan dan pengaduan kepada pihak jurusan,” ujarnya.
Sebelumnya, seorang mahasiswi jurusan HI, FISIP, Unri mengaku telah dilecehkan oleh Dekannya, SH saat melakukan bimbingan proposal. Pelaku memaksa mencium pipi dan kening korban. Akibat peristiwa tersebut, korban mengaku kemudian mengalami trauma. CNNIndonesia.com sendiri masih berupaya menghubungi pihak-pihak yang disebut dalam pengakuan mahasiswi tersebut. (sumber-cnnindonesia.com)