Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal mendalami dugaan TPPU Edhy Prabowo setelah vonisnya berkekuatan hukum tetap alias inkrah. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu kembali terancam dijerat dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Kalau kemudian sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, setelah inkrah, tentu kami pelajari pertimbangan dari putusan hakim pengadilan tinggi, fakta-faktanya apakah sama dari fakta-fakta dari di pengadilan negeri, ataukah ada fakta-fakta baru ataukah ada kemungkinan yang bisa dikembangkan lebih lanjut ke pasal-pasal lain atau pun penerapan undang-undang lain seperti tindak pidana pencucian uang,” ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (26/11).
Ali mengatakan, saat ini pihak lembaga antirasuah belum bisa mengembangkan kasus Edhy Prabowo lantaran vonis Edhy belum berkekuatan hukum tetap. Dia menyatakan KPK tengah menunggu keputusan terdakwa apakah akan menerima vonis bandingnya atau kasasi.
“Nah, saat ini tentu kami masih menunggu bagaimana sikap dari para terdakwa tentunya, karena yang mengajukan upaya hukum banding kan terdakwa sendiri,” tegas Ali.
Diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menolak permohonan banding yang diajukan tim kuasa hukum mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Majelis hakim PT DKI Jakarta memperberat vonis Edhy dari 5 tahun menjadi 9 tahun penjara.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa (Edhy) dengan pidana penjara selama 9 tahun dan denda sebesar Rp400 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” demikian bunyi amar putusan dikutip dari Direktori Putisan Nomor 30/Pid.Sus-TPK/2021/PT.DKI, Kamis (11/11).
Hakim PT DKI juga mewajibkan Edhy membayar uang pengganti sejumlah Rp9.687.447.219 dan USD77 ribu dengan memperhitungkan uang yang telah dikembalikan Edhy Prabowo.
Uang itu harus dibayar Edhy dalam jangka waktu satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Jika tidak dibayar, maka harta bendanya akan disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi kekurangan uang pengganti. Jika harta bendanya tak cukup, maka akan diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun.
Selain itu, hakim PT DKI juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun sejak Edhy selesai menjalani pidana pokok.
Vonis PT DKI lebih tinggi dari vonis Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menjatuhkan hukuman penjara selama 5 tahun denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap Edhy Prabowo.
Edhy Prabowo divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi berupa penerimaan suap terkait izin budi daya lobster dan izin ekspor benih bening lobster (BBL) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). (sumber-Liputan6.com)