Presiden Rusia Vladimir Putin berkeras mengerahkan pasukan ke dekat perbatasan Ukraina dalam beberapa hari terakhir.
Pengerahan pasukan itu dilakukan Vladimir Putin terlepas dari ultimatum dari Amerika Serikat dan sekutu kepada Rusia di tengah rumor invasi ke Ukraina.
Menurut sumber yang dekat dengan intelijen AS, Rusia telah mengirim unit militer yang lebih banyak ke daerah perbatasan dalam beberapa hari terakhir.
Menurut informasi sumber intelijen terbaru, Rusia mengerahkan 50 “kelompok batalyon taktis” baru ke sekitar perbatasan Ukraina. 1 batalyon mencakup sekiranya 900 personel dan merupakan unit tempur yang sangat beragam dengan kombinasi pasukan, artileri, senjata anti-tank, pengintaian, dan unit teknik.
Kelompok batalyon taktis ini memainkan peran utama saat Rusia menginvasi dan mencaplok Crimea dari Ukraina pada 2014 lalu.
Selain pengerahan pasukan, pejabat AS dan Ukraina juga mengaku telah melihat bukti bahwa Rusia telah mulai mengalihkan sistem udara dan kereta api komersial untuk mendukung upaya militernya.
Manuver serupa juga sempat terlihat dilakukan Rusia pada musim semi lalu. Saat itu, Moskow mengerahkan pasukan militer ke dekat perbatasan Ukraina meski akhirnya ditarik kembali.
Ketegangan antara Rusia dan AS Cs kembali memanas setelah mengklaim memiliki bukti bahwa Moskow tengah memantapkan rencana menyerbu Ukraina lagi paling cepat Januari mendatang.
Rumor itu dibantah Rusia yang menganggap Ukraina dan AS hanya memperburuk ketegangan di kawasan.
Dilansir CNN, AS melihat bahwa Rusia belum memutuskan secara pasti apakah akan melancarkan serangan.
Di tengah ketegangan ini, Rusia dikabarkan memberikan sejumlah tuntutan kepada AS Cs yang dinilai sejumlah pihak merupakan imbalan agar Moskow tak mengancam Ukraina lagi.
Salah satu permintaan itu adalah Rusia menuntut jaminan keamanan dari AS dan NATO, termasuk janji mengikat bahwa NATO tidak akan memperluas jangkauan ke timur dan tidak akan mengizinkan Ukraina untuk bergabung dengan aliansi militer tersebut.
Para pejabat Rusia melayangkan proposal tuntutan tersebut kepada Asisten Menteri Luar Negeri AS, Karen Donfried, saat dia berada di Moskow pekan ini. Donfried mengatakan dia akan merundingkan proposal itu ke sekutu dan mitra AS lain yang terlibat di kawasan.
Namun, sejauh ini Presiden AS Joe Biden telah memberi isyarat bahwa Gedung Putih tidak akan membuat konsesi apa pun untuk masa depan NATO atau Ukraina.
Menurut Biden, tidak ada negara negara yang bisa memaksa negara lain untuk mengubah perbatasannya; atau mendikte negara lain untuk mengubah politiknya; dan tidak dapat memberi tahu negara lain dengan siapa mereka dapat berhubungan dan bekerja sama.