Hariadi alias Sung Chuang, telah menjadi pesakitan di Polres Bintan sebagai tersangka mafia tanah. Melalui kuasa hukumnya, M. Hadrawi Ilham mengatakan, bakal melaporkan mafia tanah yang sebenarnya ke Mabes Polri. “Klien saya bukan mafia tanah, justru dia pembeli dengan beretikat baik. Mafia tanah sebenarnya malah bebas berkeliaran. Ini akan kami laporkan ke Mabes Polri,” kata dia, belum lama ini.
Adapun mafia tanah yang sebenarnya, menurut M Hadrwai Ilmah, yaitu Supriati dan Sri Sugianto (pasutri). “Tanah yang menjadi objek perkara ini adalah milih almarhum H. Husin, dengan bukti kepemilikan surat tebas dan ahli warisnya Fatimah binti H. Husin, Mahmud bin H. Husin, Manisah binti H. Husin dan Endang Isnawati binti H. Husin. Ahli warisnya masih ada yang hidup hingga sekarang,” ujar Ilmah.
Hariadi, kata dia, membeli tanah 2,5 Ha itu senilai Rp 4,5 miliar. Namun atas laporan Supriati, selaku penjual tanah, kliennya (Hariadi) malah dijebloskan ke penjara, dengan tuduhan penipuan dan pemalsuan.
Dijelaskannya, pada tahun 2016 Supriati melalui Candra Gunawan menawarkan tanah seluas 19.375 M2 di pinggir jalan aspal dan tidak jauh dari lokasi juga mau dijual tanah seluas 5.802 M2 dengan harga Rp 230 ribu/meter kepada Hariadi dan atas harga sebesar tersebut, maka Hariadi menawar kembali agar harganya dikurangi.
Setelah terjadi kesepakatan harga sebagaimana yang diminta Hariadi, maka harga tanah tersebut disepakati dengan harga Rp 130 ribu/meter, di mana Hariadi telah membayarnya. “Tanah yang dibelinya tersebut dijual kembali kepada temannya seorang pengusaha bernama Cheng Liang di Kota Batam dengan harga per meternya sebesar Rp 180 ribu/meter,” urainya.
Sekitar Desember 2016, Candra Gunawan menghubungi Hariadi dan menyuruhnya untuk datang ke Kantor Notaris Ratu Aminah Gunawan, di mana di Kantor tersebut sudah ada Sri Sugianto, Supriati, Candra Gunawan dan Notaris tersebut membuat Akta Pengikatan Perjanjian Jual Beli (PPJB) nomor: 06 tanggal 15 Desember 2016 antara Supriati alias Suprihatin (penjual) dengan Hariadi sebagai pembeli.
“Dalam pembuatan Akta PPJB No. 06 tanggal 15 Desember 2016 di Kantor Notaris sebenarnya sudah jelas ada kejanggalan, di mana pada tanggal yang sama ada dua Akta PPJB No. 06 tanggal 15 Desember 2016 atas nama Cheng Liang,” kata Hadrawi.
Ia menduga, dalam kejadian jual beli tanah tersebut muncul keserakahan antara Supriati alias Suprihatin (penjual) dengan teman Hariadi (pelapor) yaitu Cheng Liang, karena setelah tanah seluas kurang lebih 2,5 Ha dibayar Hariadi, kemudian ada lagi tanah seluas kurang lebih 2.672 M2 yang ditawarkan Candra Gunawan kepada Hariadi.
Namun, oleh Hariadi menyarankan agar tanah tersebut dijual langsung kepada Cheng Liang, atas saran tersebut, baik Supriati alias Suprihatin maupun Cheng Liang melihat prospek perbedaan harga, karena proses pengurusan dokumen tanah tersebut dilakukan oleh Supriati, Candra Gunawan dan Notaris Ratu Aminah Gunawan.
Aneh tetapi nyata, kata Ilham, penjual yang tinggal Komplek Pasar Sei Harapan RT001/RW004, Kelurahan Sungai Harapan, Kecamatan Sekupang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau melaporkan pembeli yang beritikat baik dengan membayar sebesar Rp 4,5 miliar lebih ke Polres Bintan, atas tuduhan melakukan tindak pidana penipuan dan pemalsuan.
Selain itu, tambahnya, bukan hanya Hariadi yang dilaporkan, namun sebelumnya pihak Polres Bintan telah menangkap dan menahan, Candra Gunawan (mediator), Riki Putra (pembuat dokumen), Notaris Ratu Aminah Gunawan, yang menerbitkan Akta PPJB dan beberapa dokumen lainnya dan Lurah/Kepala Desa yang menanda tangani dokumen Sporadik yang diduga palsu dan dipalsukan.
“Klien kami (Hariadi) akan mengungkap mafia tanah ini dan akan melaporkan Supriati dan suaminya Sri Sugianto ke Mabes Polri atas tuduhan melakukan perbuatan tindak pidana penipuan dan pemalsuan dokumen. Sebab Akta PPJB yang diterbitkan ternyata subjeknya atas nama Cheng Liang dan bukan atas nama dia,” tuturnya.
Selain pasutri tersebut, akan ada kemungkinan dilaporkan juga pihak lain terkait yang menawarkan lahan tersebut, yang mengaku sebagai penggarap, notaris pembuat Akta Pengikatan Perjanjian Jual Beli (PPJB) dan pihak penerbit Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama orang lain yang bukan atas nama Hariadi dalam hal ini pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bintan. (sumber-Batamtoday.com)