Kesaksian dua saksi ahli yang dihadirkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam sidang Praperadilan Bupati Kuansing Nonaktif Andi Putra pada Kamis (23/12/2021) semalam, semakin memperkuat keyakinan lembaga anti rasuah itu memenangkan gugatan.
Juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya menyebutkan, tim biro hukum KPK menghadirkan dua saksi ahli dalam menghadapi gugatan praperadilan Andi Putra tersebut. Keduanya ialah Dr Abdul Fickar Hadjar dari Universitas Trisakti dan Dr Arif Setiawan dari UII Jogjakarta.
Di hadapan hakim, kedua saksi ahli itu menerangkan terkait ruang lingkup praperadilan, tangkap tangan, bukti permulaan dalam penetapan tersangka, hingga penilaian dua alat bukti ditahap praperadilan serta eksitensi Pasal 44 UU KPK yang masih diatur dalam UU 19/2019 tentang KPK.
Ali juga mengatakan, jika kedua saksi ahli itu menjabarkan soal adanya ketentuan khusus bagi KPK yang mengatur bukti permulaan ditahap penyelidikan yang berbeda dengan ketentuan umum di dalam KUHAP. Jadi, dalam penetapan seseorang menjadi tersangka berdasarkan UU KPK serta soal kewenangan penyelidik setelah tertangkap tangan.
”Dari keterangan ahli dimaksud, dapat diambil kesimpulan bahwa apa yang dilakukan KPK dalam tangkap tangan, pelaksanaan tugas penyelidik dalam menemukan dua bukti permulaan, hingga penetapan tersangka AP adalah sah dan berdasar atas hukum,”ujar Ali.
Ali Fikri melanjutkan, jika keterangan dua saksi ahli tersebut memperkuat pembuktian bahwa gugatan permohonan praperadilan tersangka Andi Putra dimaksud tidak memiliki landasan yang kuat. Sehingga memperkuat keyakinan pihak KPK gugatan praperadilan Andi Putra itu tersebut akan ditolak hakim.
”Dua saksi ahli itu semakin perkuat keyakinan KPK, praperadilan Andi Putra akan ditolak pihak hakim,” ungkap Ali.
Ali juga menginformasikan, agenda sidang berikutnya pada Jumat 24/12/2021 hari ini, adalah kesimpulan baik oleh pihak termohon maupun dari pihak pemohon.
Diketahui sebelumnya, suap berawal karena PT Adimulia Agrolestari ingin melanjutkan keberlangsungan usahanya dengan mengajukan perpanjangan HGU yang dimulai pada 2019 dan akan berakhir di tahun 2024.
Salah satu persyaratan untuk kembali memperpanjang HGU itu adalah dengan membangun kebun kemitraan minimal 20 persen dari HGU yang diajukan. Lokasi kebun kemitraan 20 persen milik PT Adimulia Agrolestari yang dipersyaratkan terletak di Kabupaten Kampar, dan seharusnya berada di Kuansing.
Agar persyaratan ini dapat terpenuhi, Sudarso kemudian mengajukan surat permohonan ke Andi Putra selaku Bupati Kuansing dan meminta supaya kebun kemitraan PT Adimulia Agrolestari di Kampar disetujui menjadi kebun kemitraan.
Selanjutnya, dilakukan pertemuan antara Sudarso dan Andi Putra. Dalam pertemuan tersebut, Andi Putra menyampaikan bahwa kebiasaan dalam mengurus surat persetujuan dan pernyataan tidak keberatan atas 20 persen Kredit Koperasi Prima Anggota (KKPA) untuk perpanjangan HGU yang seharusnya dibangun di Kuansing dibutuhan minimal uang Rp2 miliar.
Sebagai tanda kesepakatan, sekitar bulan September 2021, diduga telah dilakukan pemberian pertama oleh Sudarso kepada Andi Putra uang sebesar Rp500 juta. Berikutnya, pada 18 Oktober 2021, Sudarso diduga kembali menyerahkan uang ke Andi Putra sebanyak Rp200 juta.
Andi Putra dan Sudarso terjaring operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada, Senin (18/10/2021) lalu. Ketika itu juga diamankan Hendri Kurniadi, Ajudan Bupati, Andri Meiriki, Staf bagian umum persuratan Bupati. Lalu Deli Iswanto, supir Bupati, Paino, Senior Manager PT Adimulia Agrolestari, Yuda, sopir dan Juang, sopir.
Setelah diperiksa, KPK menetapkan Andi Putra dan Sudarso sebagai tersangka, dan menahannya.Dalam kegiatan tangkap tangan, KPK menemukan bukti petunjuk penyerahan uang Rp500 juta, uang tunai dalam bentuk rupiah dengan jumlah total Rp80,9 juta, mata uang asing sekitar SGD1.680 dan serta HP Iphone XR.
Atas perbuatannya, Andi Putra selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tersangka Sudarso, selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi