Otoritas Taliban Afghanistan mengatakan wanita yang ingin melakukan perjalanan jarak jauh tidak boleh ditawari transportasi darat kecuali mereka ditemani oleh kerabat dekat pria (mahram).
Kemudian, pemilik kendaraan juga diminta untuk menolak tumpangan perempuan yang tidak mengenakan jilbab.
Aturan itu diterbitkan Kementerian Promosi Kebijakan dan Pencegahan Kejahatan yang bertugas untuk mengatur urusan keagamaan di Afghanistan.
“Perempuan yang bepergian lebih dari 72 km tidak boleh ditawari tumpangan, jika mereka tidak ditemani oleh anggota keluarga dekat,” kata Juru Bicara Kementerian, Sadeq Akif Muhajir dilansir dari idntimes.com.
Pedoman terbaru juga meminta masyarakat untuk tidak memutar musik di kendaraannya.
Beberapa pekan lalu, otoritas terkait meminta televisi Afghanistan berhenti menayangkan drama dan sinetron yang dimainkan oleh aktris atau bintang film perempuan. Bersamaan dengan itu, perempuan diizinkan menjadi pembaca berita asalkan mengenakan hijab.
Kebijakan terbaru menjadikan hijab sebagai syarat ukur apakah transportasi diizinkan menerima penumpang perempuan atau tidak.
Sayangnya, Taliban sampai saat ini belum membuat aturan terperinci soal hijab, apakah perempuan wajib mengenakan cadar, niqab, atau jilbab.
Dilansir The Straits Times, kebijakan Taliban mendapat kecaman dari asosiasi hak asasi manusia (HAM). Sebab, kebijakan Taliban berbeda jauh dengan janji reformasinya setelah menaklukkan Afghanistan pada pertengahan Agustus lalu.
“Orde baru ini pada dasarnya bergerak lebih jauh ke arah membuat tahanan perempuan,” kata Direktur Asosiasi Hak-Hak Perempuan Human Rights Watch, Heather Barr.
“Ini (kebijakan Taliban) menutup peluang bagi mereka untuk dapat bergerak dengan bebas, bepergian ke kota lain, melakukan bisnis, (atau) dapat melarikan diri jika mereka menghadapi kekerasan di rumah,” tambah Barr.
Awal bulan ini, Taliban mengeluarkan dekrit atas nama pemimpin tertinggi, Hibatullah Akhundzada, yang mendesak pemerintah untuk menegakkan hak-hak perempuan. Keputusan itu tidak tidak merinci soal akses perempuan untuk pendidikan.
Pada Minggu (26/12), Menteri Pendidikan Tinggi Afghanistan, Abdul Baqi Haqqani, mengatakan pihak berwenang sedang membahas masalah ini.
“Imarah Islam tidak menentang pendidikan perempuan, tetapi menentang pendidikan bersama. Kami sedang bekerja untuk membangun lingkungan Islam, di mana perempuan bisa belajar, mungkin butuh waktu,” ujar dia, tanpa merinci kapan perempuan bisa kembali ke sekolah atau perguruan tinggi.