Diduga melakukan tindak pidana korupsi anggaran pengadaan sapi bunting tahun anggaran 2015 Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan. Dua orang pegawai negeri sipil (PNS) aktif Pemerintahan Kabupaten Garut ditahan bersama tiga orang lainnya yang merupakan pensiunan dan pihak swasta.
Kepala Kejaksaan Negeri Garut, Neva Sari Susanti mengatakan bahwa perbuatan para tersangka mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp619.627.345.
“Lima orang yang saat ini statusnya sebagai tersangka dan ditahan berinisial DN, YS, AS, SD, dan YS,” ujarnya, Senin (27/12).
Neva menjelaskan, kasus tersebut berawal di tahun 2015 Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kabupaten Garut mendapat program pengembangan sapi perah di program Sarjana Membangun Desa yang bersumber dari APBN dengan total anggaran mencapai Rp2,4 miliar.
Anggaran tersebut seharusnya digunakan untuk pengadaan 120 ekor sapi, 2 kandang besar, makanan ternak, peralatan kandang besar, mesin perah, konsentrat, obat-obatan, dan chopper. Dan untuk pelaksanaan, pihak dinas melakukan lelang melalui ULP dan yang memenangkan adalah PT Swaption, dan YS diketahui selaku Direkturnya.
Setelah dinyatakan sebagai pemenang untuk kegiatan pengembangan program indukan sapi perah di program tersebut, ungkap Neva, dalam pengadaan barang dan jasa, DN diketahui selaku pejabat pembuat komitmen (PPK).
“Dalam pembuatan harga perkiraan sendiri, rupanya tidak melakukan survei harga barang serta tidak menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan negara. Ia malah memerintahkan bendahara DJ untuk membuat surat perintah perjalanan dinas (SPPD) fiktif dan menerima hasil pekerjaan dalam hal ini YS tanpa dilakukan pemeriksaan hasil pekerjaan,” jelas Neva.
Apa yang dilakukan DN menyebabkan adanya pengeluaran keuangan negara seolah-olah pekerjaan tersebut sudah dilakukan 100 persen. Hasil pemeriksaan, rupanya para tersangka diketahui melakukan berbagai penyimpangan kegiatan.
Penyimpangan-penyimpangan yang ditemukan oleh pihaknya, diungkapkan Neva, mulai dari pengadaan sapi pada saat pemeriksaan tidak dilakukan pemeriksaan secara komprehensif dan didampingi oleh Dokter hewan sesuai dengan kontrak.
“PPHP hanya dilihat secara kasat mata dan dirogoh saja untuk memastikan sapi tersebut bunting,” ungkapnya.
Penyimpangan lainnya, dalam pengadaan sapi tidak dilakukan uji laboratorium terhadap sehingga banyak yang keguguran juga banyaknya indukan yang mati. Direktur PT Swaption juga mengaku pernah memberikan fee kepada PPK berinisial DN melalui SA sebesar Rp100 juta.
Untuk pengadaan hijauan makanan ternak, rupanya malah dilaksanakan oleh Kelompok tani dengan hanya memberikan uang masing-masing untuk 2 kelompok sebesar Rp20 juta dari yang seharusnya masing-masing kelompok sebesar Rp100 juta dan pelaksanaannya dikerjakan melalui pihak penyedia dengan cara pengadaan langsung (PL) dan E- Catalog.
“Pengadaan pembangunan kandang sapi untuk 2 kelompok, juga dilaksanakan melalui pihak penyedia namun dalam kenyataannya pembangunan kandang dilaksanakan oleh kelompok tani. Dan bahwa untuk pelaksanaan kegiatan penunjang tersebut pihak perusahaan atau penyedia yang ditunjuk hanya dilihat dari unsur kedekatan dan hubungan keluarga saja,” katanya.
Melihat penyimpangan itu, Neva kepada para pelaku dikenakan pasal primair, yaitu Pasal 2 ayat 1 juncto pasal 18 ayat 1 huruf b undang-undang Republik Indonesia tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ditambah dengan pasal 55 ayat 1 KUHP.
“Untuk subsidairnya, kami kenakan pasal 3 juncto pasal 18 ayat 1 undang-undang tindak pidana korupsi dan pasal 55 ayat 1 KUHP, atau kedua pasal 8 undang-undang tindak pidana korupsi ditambah pasal 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman minimal kurungan empat tahun penjara,” tutup Neva. (sumber-Merdeka.com)