Sebanyak 13 korban pencabulan dan pemerkosaan ustad pesantren di Bandung mengalami kekerasan sekssual dan juga fisik. Hal ini diungkapkan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat (Jabar) Asep N Mulyana. 13 santriwati korban pemerkosaan Herry Wirawan di Bandung, Jabar, mengalami penderitaan lengkap. Mereka mengalami eksploitasi seksual hingga fisik.
“Jadi lengkaplah sudah penderitaannya. Tidak hanya eksploitasi seks, tetapi eksploitasi fisik,” ujar Asep dalam diskusi virtual, Selasa (28/12/2021).
Asep menjelaskan Herry Wirawan tidak hanya melakukan kekerasan seks kepada para korban untuk melayani nafsu bejatnya. Asep mengatakan Herry turut menyuruh mereka membuat proposal.
Selain itu, para korban dimanfaatkan oleh Herry Wirawan supaya bisa menerima sumbangan. Adapun sumbangan itu juga diselewengkan oleh Herry Wirawan.
“Dengan relasi kuasa tadi, si pengelola atau pelaku leluasa gunakan anak santri bukan semata-mata untuk kekerasan seks melayani nafsu bejat, tetapi juga menggunakan untuk kepentingan ekonomi,” tuturnya.
“Bahkan anak-anak kemudian disuruh buat proposal untuk minta bantuan. Anak-anak digunakan untuk menerima yang disebut program PIP, Program Indonesia Pintar. Yang ketika diterima, diambil pelaku untuk kepentingan lain. Misalkan untuk sewa hotel, apartemen, untuk kebutuhan pribadi,” sambung Asep.
Asep mengungkapkan penderitaan secara fisik juga dialami 13 santriwati tersebut. Mereka dipaksa seolah-olah menjadi kuli bangunan.
“Dan lebih menyakitkan, ternyata anak-anak ini juga ada eksploitasi fisik. Ada satu saksi yang kami periksa kemarin menyampaikan pada kami, bahwa juga melakukan tugas-tugas untuk membangun, untuk nembok bahasa Sunda nya, tukang aduk semen pasir untuk membangun yang diperintahkan pelaku,” paparnya.
Korban Tak Boleh Bergaul
Lebih lanjut, Asep menyebut para santriwati tidak diperbolehkan bergaul dengan lingkungan sekitar. Berdasarkan keterangan warga sekitar, Asep mengatakan pondok pesantren yang dikelola Herry Wirawan sangat tertutup.
“Bahkan kemarin kami periksa ketua RT, masyarakat sekitar, dia tidak mengira bahwa di dalamnya ada kegiatan-kegiatan keagamaan, kegiatan pendidikan, saking tertutupnya. Bahkan, ketika anak-anak keluar dari lingkungan pesantren, mereka sudah diindroktinasi sudah diberi pemahaman agar tidak ikut dalam pergaulan sosial,” jelas Asep.
Asep menceritakan, pada suatu waktu, pernah ada warga yang menawari bantuan berupa makanan kepada para santriwati. Alih-alih menerima bantuan itu, mereka justru kabur. Asep menduga para korban Herry Wirawan mengalami rasa takut hingga stres yang luar biasa.
“Jadi anak-anak itu kemudian juga anti sosial. Ada kemarin 1 saksi yang mau beri sumbangan dalam bentuk makanan, santri itu pada lari ketika didekati tokoh masyarakat itu. Karena memang seperti itu, stres, ketakutan, kesedihan, dan hal lain,” imbuhnya.
Seperti diketahui, Herry disidangkan atas kasus pemerkosaan terhadap 13 santriwati di Bandung. Bahkan beberapa orang santriwati hamil dan melahirkan anak. (sumber-Detik.com)