Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan punya bukti yang kuat terkait keterlibatan mantan Wakil Ketua DPR, Azis Syamsuddin dalam kasus dugaan suap pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Lampung Tengah.
Hal itu disampaikan Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri merespons bantahan Azis terhadap keterangan saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK.
“Terdakwa menyangkal keterangan saksi hal bisa terjadi di persidangan. Silakan terdakwa buktikan sebaliknya,” ujar Ali dilansir dari Kompas.com, Selasa (4/1).
“Namun, perlu kami sampaikan bahwa kami tentu telah memiliki bukti kuat atas dugaan perbuatan terdakwa,” kata dia.
Menurut Ali, berdasarkan fakta persidangan yang telah berjalan, keterangan mantan Bupati Lampung Tengah, Mustafa, kian memperjelas keterlibatan eks Wakil Ketua DPR tersebut.
Dalam kesaksiannya, Mustafa memperkenalkan nama Edy Sujarwo sebagai orang kepercayaan Azis untuk membantu memperlancar pengurusan DAK Lampung Tengah.
“Berdasarkan keterangan saksi Mustafa, sudah sangat jelas ada korelasi peran Edy Sujarwo dengan perbuatan terdakwa. Fakta ini ini tidak terbantahkan,” ujar Ali.
“Perbuatan Edy Sujarwo justru memperkuat adanya petunjuk kedekatan yang bersangkutan dengan terdakwa sebagai anggota DPR kala itu,” ucap dia.
Azis membantah menerima commitment fee terkait pengurusan DAK Kabupaten Lampung Tengah tahun 2017 dalam persidangan, Senin (3/1).
Dalam persidangan itu, dua saksi yaitu Taufik Rahman dan Aan Riyanto mengaku memberi uang pada Azis melalui Aliza Gunado dan Edy Sujarwo senilai total Rp 2,085 miliar.
Adapun Taufik adalah mantan Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Lampung Tengah dan Aan adalah mantan Kepala Seksi Dinas Bina Marga Lampung Tengah.
Keduanya hadir sebagai saksi untuk Azis yang berstatus terdakwa dalam dugaan suap pengurusan perkara di KPK.
“Saya tidak pernah menerima dan tidak pernah dikonsultasikan pada saya,” ujar Azis dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (1/3).
“Saya tidak pernah menerima apa pun dan diskusi apa pun dari saudara Aliza maupun Edy Sujarwo,” ucap dia.
Azis juga mengatakan, commitment fee tidak beralasan diberikan padanya karena keputusan nominal DAK suatu daerah bukan kewenangan Badan Anggaran (Banggar) DPR.
Hal itu, lanjut Azis, diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3).
Adapun Azis menjabat sebagai Ketua Banggar DPR tahun 2017.
“Posisi DPR itu sebagai pimpinan Badan Anggaran tidak mempunyai kewenangan menentukan besarannya (DAK),” kata dia.