Sepasang suami istri yang memproduksi bakso berbahan ayam mati kemarin (tiren), dibekuk Polres Bantul. Pasangan suami istri ini telah menjual bakso tiren ini sejak tahun 2015 yang lalu.
Kapolres Bantul AKBP Ihsan mengatakan bahwa pengungkapan kasus penjualan bakso tiren ini berawal dari laporan masyarakat yang mengetahui ada potongan bangkai ayam di sebuah penggilingan daging di daerah Pleret, Kabupaten Bantul.
Dari laporan itu, polisi melakukan penelusuran dan diketahui bahwa bangkai ayam itu adalah milik pasangan suami istri berinisial MHS dan AHR. Keduanya merupakan warga Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul.
Saat melakukan penggeledahan, Iksan menuturkan pihaknya menemukan barang bukti berupa adonan bakso dengan bahan baku ayam tiren tersebut.
“Tersangka ini produksinya cukup besar. Sehari memproduksi 75 kg bakso dengan bahan 35 kg ayam tiren. Keuntungannya tiap hari lebih dari Rp500 ribu,” kata Iksan, Senin (24/1).
Iksan merinci bahwa kedua tersangka sudah memproduksi bakso sejak 2010. Namun memakan bahan ayam tiren sejak tahun 2015.
“Tahun 2010 mereka masih produksi dengan bahan ayam yang normal. Baru 2015 beralih ke tiren. Alasannya karena ayam normal harganya tinggi sehingga keuntungan mereka sedikit. Berarti motif ekonomi,” tegas Ihsan.
Ihsan merinci bahwa kedua tersangka membeli ayam tiren dari pemasok seharga Rp7 ribu hingga Rp8 ribu per kg. Dengan harga itu, keuntungannya pun menjadi besar.
Ihsan mengungkapkan jika kedua tersangka memunyai tugas berbeda-beda. Sang suami yang berinisial MHS bertugas memproduksi bakso. Sementara istrinya, AHR yang memasarkannya.
“Sejak 2015 diproduksi. Dikemas dengan ukuran bakso yang berbeda-beda. Dipasarkan di Pasar Giwangan, Demangan, dan Kranggan,” ucap Ihsan.
Dari kedua tersangka, polisi menyita sejumlah barang bukti yaitu 2 unit freezer, 1 unit mesin adonan bakso, 1 unit genset, timbangan gantung, kompor, panci besar, 4 ekor bangkai ayam, serta puluhan kilogram adonan bakso.
“Kedua pelaku yang telah resmi berstatus tersangka itu sementara dijerat dengan Pasal 204 ayat (1) KUHP atau Pasal 62 ayat (1) UU RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, atau UU Nomor 12 Tahun 2012 perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Ancaman pidananya 15 tahun penjara,” tutup Ihsan. (sumber-Merdeka.com)