Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyatakan ada 64 warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, yang ditangkap pada Selasa (8/2).
Terbaru, LBH Yogyakarta menduga kepolisian dan pemerintah membangun framing terjadi gesekan atau bentrok antara warga pro dengan warga yang menolak penambangan di Desa Wadas.
Pengacara LBH Yogyakarta, Dhanil Al Ghifary mengungkapkan ratusan orang berpakaian sipil yang mengaku sebagai orang pro tidak dikenali oleh warga. Setelah gesekan terjadi, polisi kemudian menengahi mereka.
“Warga itu enggak ada yang kenal. Artinya ada kemungkinan ini Ormas atau preman-preman yang dipakai polisi untuk membangun framing bahwa ini persoalan orang pro dan kontra, polisi masuk sebagai penengah,” kata Dhanil dilansir dari CNNIndonesia.com, Rabu (9/2) malam.
Dhanil mengatakan pada saat insiden tersebut terjadi, warga Wadas yang pro penambangan andesit sedang berada di alas atau hutan. Mereka tengah mendampingi petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengukur lahan.
Sebab, petugas BPN tidak mengetahui letak dan batas tanah milik warga sehingga perlu didampingi.
“Pada hari itu juga semua orang pro itu berada di alas, berada di hutan menemani petugas dari BPN untuk melakukan pengukuran di tanah orang pro itu masing-masing,” kata Dhanil.
Dhanil menuturkan orang-orang berpakaian sipil tersebut melakukan kekerasan terhadap warga yang ditangkap, termasuk dirinya. Sebagai informasi, Dhanil merupakan anggota LBH Yogyakarta yang turut ditangkap pada masjid di Wadas dikepung, Selasa (8/2).
Dhanil mengungkapkan saat mobil anggota LBH Yogyakarta tiba di Masjid Desa Wadas sekitar pukul 12.00 WIB siang, mereka dihentikan oleh orang-orang berpakaian sipil. Setelah itu, ia mengalami tindak kekerasan orleh orang-orang tak dikenal tersebut.
“Kita diseret sambil dibentak-bentak, ada yang dipitinglah dan sebagainya, dibawa ke seberang jalan dari rumah warga,” tuturnya.
Tidak hanya itu, mereka juga melakukan sweeping rumah-rumah warga, menduduki halaman depan mereka, menggedor rumah, hingga meminta KTP.
“Warga juga tidak mengetahui itu siapa, tiba-tiba nongkrong di depan rumahnya ramai-ramai, rumahnya dikepung, rumahnya digedor-gedor, dimintai KTP,” tuturnya.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyebut pengerahan polisi ke Desa Wadas dilakukan atas permintaan warga yang menyetujui pembangunan Bendungan Bener.
Staf Khusus Menteri ATR/ Kepala BPN Bidang Kelembagaan Teuku Taufiqul hadi mengatakan tak semua warga Desa Wadas menolak Bendungan Bener. Dia menyebut warga yang setuju pun mendukung pengukuran lahan pada Selasa (8/2).
“Kantah (Kantor Tanah) Purworejo, Balai Besar Wilayah Sungai PUPR, dan warga yang setuju melalui LBH Nyi Ageng Serang meminta bantuan pengamanan pengukuran ke kepolisian,” kata Taufiqulhadi lewat pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Kamis (10/2).
Warga Wadas menolak penambangan batu andesit untuk proyek strategis nasional (PSN) Bendungan Bener sejak 2016 yang mencaplok lahan mereka. Penolakan tersebut kerap mendapat tekanan dari aparat kepolisian.