M Feri Luhur Febrianto, menjadi salah satu korban selamat ritual maut Pantai Payangan yang dilakuan padepokan Tunggal Jati Nusantara. Pemuda 20 tahun itu pun menceritakan detik-detik ritual di laut yang akhirnya menjadi pencabut nyawa 13 orang.
Feri menceritakan, ketika itu ia berada di bibir Pantai Payangan untuk menjalani ritual sesuai arahan pimpinan padepokan Tunggal Jati Nusantara. Namun, semua orang tak menyadari ada ombak besar yang datang.
“Karena semua fokus menenangkan diri, termasuk saya,”bebernya sebagaimana dikutip dari Radar Jember (PojokSatu.id).
Ombak besar pun langsung menghantam semua orang, termasuk dirinya.
Beruntung, warga Jalan Ahmad Yani Gang Veteran, Kelurahan Kepatihan, Kecamatan Kaliwates ini masih bisa melawan ombak.
Tapi, ia pun akhirnya tak kuat melawan ombak besar dan ikut tergulung. Beruntung, ia bisa berenang.
“Saya dilemparkan ombak, sampai menghantam pasir dan batu-batu karang,”ungkapnya.
Saat berusaha terus melawan arus dengan berenang, tanpa sengaja anggota lainnya yang juga digulung ombak, berada di satu arus dengan Feri.
Sehingga dia dan ketiga orang lainnya disapu ombak, terpelanting kesana-kemari secara bersamaan.
“Saya tarik tiga orang anggota itu. Tiga sekaligus bisa saya pegangi hingga berhasil ke tepi pantai,” bebernya.
“Saat hendak ke tepian pantai, ada satu orang yang juga memegang kaki saya, jadi dia juga selamat,”sambung Feri.
Feri mengaku tidak mengetahui persis siapa tiga orang yang diselamatkannya itu.
Namun untuk korban yang memegangi kaki Feri, dia meyakini itu adalah Bintang.
“Dia memegang kaki saya yang luka kena batu karang,”ujarnya.
Feri mengaku, dirinya memang sengaja mengikuti ritual Tunggal Jati Nusantara. Tujuannya pun cukup sederhana.
“Saya ingin menenangkan diri saja. Sebelumnya, tubuh saya ini gemuk. Tapi setelah ikut ritual tubuh saya jadi kurus. Saya memang niat untuk menguruskan badan,”tutupnya.