Terancam mengalami kerusakan parah pada mata secara permananen. Seorang anak usia 12 tahun, di Kota Padang diduga mengalami mal praktek. Ini diduga berawal dari kecerobohan pihak Pukesmas Ulak Karang, Kota Padang saat menangani anak yang berinisial AK tersebut.
Kini, AK tengah mendapat pendampingan hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, karena diduga ada indikasi malapraktik dalam penanganan mata AK.
Alfi Syukri, Penanggung Jawab Advokasi Kelompok Rentan LBH Padang yang mendampingi AK dan orang tuanya menyebutkan, kasus ini bermula ketika AK mengalami gatal-gatal serta banyaknya kotoran pada mata sebelah kiri.
Pada 29 Maret 2021, AK bersama ibunya yang bernama Murniati pergi mengobati mata AK ke Puskesmas Ulak Karang. Ketika itu, Murniati mendapatkan obat dari Puskesmas yang disebutkan sebagai obat tetes mata. Obat itu langsung dipakai setibanya AK di rumah. Setidaknya, mata kiri AK mendapatkan tetesan obat tersebut selama tiga hari.
Namun, bukannya sembuh, mata kiri AK yang sebelumnya memang sakit malah semakin terasa perih. Ketika sakit mata AK bertambah parah, Murniati berinisiatif ke apotek untuk mencari obat baru. Saat itulah, Murniati tahu, bahwa obat yang diberikan Puskesmas sebelumnya bukan obat tetes mata, melainkan obat tetes telinga.
Tidak terima, pada 5 April 2021, Murniati kemudian menemui dokter Puskesmas Ulak Karang. Dia menjelaskan keluhan anaknya setelah diobati dengan obat tetes yang diberikan oleh Puskesmas.
“Ketika itu, pihak Puskesmas merampas obat telinga yang dibawa orang tua AK, lalu menukar dengan obat tetes mata tanpa merujuk anak ke dokter mata,” ujar Alfi Syukri.
Sejalan waktu, sakit mata AK tak juga kunjung sembuh. Maka pada 6 April 2021, Murniati kembali ke Puskemas untuk meminta perawatan yang lebih baik. Sepat terjadi perdebatan kali ini antara Murniati dengan pihak Puskesmas. Namun, akhirnya disepakati AK dibawa ke RS Hermina Padang dan dirawat dari 6 April 2021 hingga 18 Mei 2021.
Sakit mata yang dialami AK didiagnosa keratitis epitelial os, dan dapat pengobatan dengan terapi Floxa ed, hervis eodan cenfresh ed. Namun kondisi mata AK tidak kunjung membaik. AK kemudian dipindahkan ke RSKM Padang Eye Center tanggal 20 Mei 2021 dan mendapat perawatan hingga 2 September 2021. Dalam hal ini pengobatan ditanggung oleh pihak Puskesmas.
Murniati tidak puas melihat sakit mata anaknya yang tak juga sembuh. Ia meminta anaknya dirujuk ke RSUP M. Djamil Padang. Namun, pihak Puskesmas tidak setuju, sehingga pengobatan berhenti.
“Saat ini kondisi anak (AK) tidak mau bersekolah, mengalami panas pada matanya, pandangan kabur dan mendapat tekanan secara psikis. September 2021, orang tua melaporkan kejadian ini ke Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumbar,” kata Alfi Syukri.
Lalu, pada 27 Desember 2021, Murniati membuat pengaduan ke Polresta Padang dengan dugaan adanya malapraktik yang mengakibatkan mata AK mengalami luka berat pada mata kiri.
Polisi memanggil Murniati pada 31 Desember 2021 untuk dimintai klarifikasi guna penyelidikan dugaan malaparaktik yang menyebabkan luka berat.
Sementara itu, pada 14 Januari 2022, Ombudsman RI Perwakilan Sumbar melakukan konsiliasi orang tua dengan pihak Puskesmas. Hasilnya, didapat kesimpulan pihak Puskesmas telah mengakui obat yang diberikan memang obat untuk tetes telinga bukan tetes mata.
Puskesmas menawarkan menanggung biaya pengobatan di RSUP M. Djamil sampai Murniati selesai mengurus BPJS. Namun, berdasarkan informasi dari Murniati, konsiliasi tidak tercapai kesepakatan dikarenakan pihak Puskesmas tidak mau bertanggung jawab penuh untuk pengobatan AK.
“Melihat adanya dugaan kelalaian yang dilakukan petugas Puskesmas menyebabkan luka berat, bahkan hal ini bisa menyebabkan anak menjadi disablitas,” ujar Alfi Syukri.
Ia menilai, pihak Puskesmas melanggar Pasal 84 ayat (1) UU No. 36/2009 tentang Kesehatan yang berbunyi, ”Setiap Tenaga Kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan Penerima Pelayanan Kesehatan luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun,”
Selain itu, pihak Puskesmas, kata Alfi, juga diduga melanggar Pasal 360 ayat (1) KUHP yang berbunyi, “Barang siapa karena kekhilafan menyebabkan orang luka berat, dipidana dengan pidana selama-lamanya lima tahun atau pidana kurungan selama-lamanya satu tahun.”
“Kami mendesak Polresta Padang untuk segera menaikkan statusnya ke proses penyidikan. Kami menuntut Puskesmas Ulak Karang melakukan pemulihan penuh sesuai Pasal 58 ayat (1) Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan,” tegas Alfi Syukri
Adapun bunyi pasal tersebut adalah, “Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.”
Murniati menuntut pemulihan penuh untuk mata anaknya. Dia juga meminta untuk akses pendidikan dan dukungan masa depan bagi anaknya.
“Karena anak saya menjadi cacat permanen dan minta diobati sampai selesai. Saat ini, anak saya tidak mau bersekolah lagi sejak Maret 2021. Mau jadi apa nanti anak saya,” ujarnya.
Saat ini, lanjut Murniati, ia mengobati mata anaknya dengan biaya sendiri dan belum bisa menebus kacamata khusus seharga Rp3 juta.
“Saya mengharapkan perhatian wali kota atas permasalahan ini karena anak saya korban dari salah pemberian obat Puskesmas,” tegasnya. (sumber-Padangkita.com)