Perdana Menteri Belanda Mark Rutte menyampaikan permintaan maaf penuh atas nama pemerintah Belanda kepada Indonesia, setelah penelitian sejarah menemukan bahwa Belanda menggunakan kekerasan berlebihan dalam upaya sia-sia mereka untuk mendapatkan kembali kendali atas bekas jajahannya setelah Dunia Perang II.
Permintaan maaf itu disampaikan Rutte pada konferensi pers di Brussel, ibu kota Belgia.
Dia mengatakan pemerintahnya mengakui seluruh temuan yang dihasilkan sebuah tinjauan sejarah yang sangat penting.
Menurut studi tersebut, Belanda melakukan kekerasan secara sistematik, melampaui batas, dan tidak etis dalam upayanya mengambil kembali kendali atas Indonesia, bekas jajahannya, pasca-Perang Dunia II.
Sementara itu, sebuah tinjauan sejarah menemukan bahwa militer Belanda terlibat dalam kekerasan sistematis, berlebihan, dan tidak etis selama perjuangan kemerdekaan Indonesia pada 1945-1949, dan pemerintah Belanda saat itu memaafkannya.
Tinjuan tersebut didanai oleh pemerintah Belanda pada 2017 dan dilakukan oleh sebuah panel beranggotakan akademisi dan ahli dari kedua negara.
Dilansir dari Antara, berbagai temuan dalam tinjauan itu dipresentasikan pada konferensi pers, Kamis, setelah sejumlah temuan penting bocor pada Rabu, 16 Februari 2022 malam.
Pemerintahan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte diharapkan akan menanggapi temuan itu. Bahwa Belanda diketahui telah menggunakan kekerasan berlebihan dalam perang untuk merebut kembali kekuasaan atas bekas jajahannya pada periode itu bukanlah hal yang mengejutkan lebih dari 70 tahun kemudian.
Laporan tersebut menyebutkan pula bahwa tentara Indonesia juga menggunakan kekerasan yang “intens” ketika mengobarkan perang gerilya dan awalnya membidik kelompok minoritas Indo-Belanda dan Maluku. Namun, pemerintah Belanda belum pernah melakukan pemeriksaan menyeluruh atau mengakui tanggung jawabnya.