Seorang Rohingya yang kini bermukim di Malaysia mengaku rela membayar hingga 6.000 Ringgit Malaysia (RM) atau setara Rp20 juta untuk penyelundup yang bisa membawa kabur seorang saudaranya dari Aceh ke negeri jiran itu. Warga lokal ditengarai terlibat dalam pelarian yang semakin sering terjadi ini.
Dua orang perempuan Rohingya mengendap-endap mendekati pintu seng yang menutupi bagian belakang tempat penampungan sementara mereka di Lhokseumawe, Aceh.
Kejadian ini terekam dalam kamera CCTV yang sengaja dipasang oleh Organisasi Internasional untuk Imigran (IOM) untuk mengawasi para pengungsi Rohingya, menyusul semakin banyak para imigran yang kabur. Tanggal yang tertera di rekaman itu adalah 10 Februari 2022 pukul 07.07 WIB.
Pengungsi Rohingya di Shelter BLK Desa Meunasah Mee, Kecamatan Muara Dua, Lhokseumawe, Aceh.
Kamis pagi itu, sebanyak 31 orang Rohingya berhasil melarikan diri dari Balai Latihan Kerja (BLK) Kandang, yang terletak di Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh.
Badan Pengungsi PBB (UNHCR) Indonesia mengatakan, keinginan kabur para pengungsi begitu besar walaupun pihaknya terus memberikan pengertian bahaya perjalanan ilegal. Sementara Satgas Penangan Kota Lhokseumawe yakin ada warga lokal yang membantu para pengungsi melarikan diri.
Pelarian pada 10 Februari lalu adalah jumlah terbanyak kasus pelarian Rohingya di Aceh sepanjang 2022, setelah gelombang kedatangan lebih dari seratus orang melalui kapal yang nyaris tenggelam di penghujung tahun lalu.
Menurut data UNHCR, dari 105 pengungsi Rohingya yang terdaftar dan ditampung di BLK Lhokseumawe, hanya 41 orang yang tersisa kini. Sebanyak 64 orang lain telah berhasil kabur dengan cara sama: merusak pagar belakang di dekat kamar mandi yang terbuat dari seng.