Seorang wanita asal Cirebon bernama Nurhayati ditetapkan jadi tersangka usai melaporkan dugaan korupsi APBDes senilai Rp 800 juta. Bareskrim Polri hingga KPK pun turun tangan mengenai kasus tersebut.
Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto akan melakukan pengecekan lebih lanjut terkait perkara tersebut. Dia pun mengarahkan Biro Pengawasan Penyidik.
“Sedang saya arahkan Wassidik (Biro Pengawasan Penyidik) untuk cek,” kata Agus mengutip dari Detik, Senin (21/2/2022).
KPK turut menangani kasus ini. KPK telah memerintahkan tim wilayah untuk mencari tahu mengapa Nurhayati dijadikan tersangka.
“Saya belum bisa bicara banyak mengenai status penetapan tersangka tersebut, tapi saya segera akan meminta Direktur Korsup II KPK, untuk berkoordinasi dengan APH terkait berkenaan dengan penanganan perkara tersebut termasuk, soal penetapan tersangka tersebut,” kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango saat dikonfirmasi, Senin (21/2).
Nawawi mengatakan hal itu termasuk wewenang KPK. Nantinya, KPK juga tentu akan menyelidiki kasus ini hingga tuntas sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“KPK berwenang mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi,” kata Nawawi.
Penetapan tersangka Nurhayati itu bermula dari kasus dugaan korupsi yang menjerat Kepala Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jabar. Nurhayati saat itu menjabat Kepala Urusan (Kaur) Keuangan Desa Citemu.
Kades Citemu berinisial S ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus korupsi APBDes tahun anggaran 2018, 2019, dan 2020. Nurhayati menjadi saksi dalam kasus tersebut.
Polres Cirebon Kota diketahui menangani dugaan kasus ini. Berkas penyidikan kasus ini pun dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Cirebon.
Namun, pada 23 November lalu, kejaksaan dan penyidik menggelar ekspos dugaan kasus korupsi yang menjerat Kepala Desa Citemu. Hasil ekspos antara kejaksaan dan polisi itu menyimpulkan untuk dilakukan pendalaman. Penyidikan dilanjutkan.
Kemudian, setelah ekspos pada 2 Desember 2021, Kejaksaan menerima SPDP (surat pemberitahuan dimulainya penyidikan) yang menyatakan Nurhayati sebagai tersangka.
“Gitu. Jadi bukan jaksa penuntut atau pun kajari yang memerintahkan dijadikan sebagai tersangka,” kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Cirebon Hutamrin. Jumat (18/2).
Kuasa hukum Nurhayati, Elyasa Budianto, kemudian mempertanyakan dasar dari kepolisian dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka. Menurut Elyasa, selama menjabat sebagai Kaur Keuangan atau Bendahara Desa Citemu Nurhayati telah menjalankan tugasnya sesuai dengan Pasal 66 Permendagri no 20 tahun 2018.
“Berdasarkan Pasal 66 Permendagri no 20 tahun 2018, Kaur Keuangan/Bendahara menyalurkan uang ke Kaur dan Kasi. Dia (Nurhayati) sudah melakukan itu kok,” ujar Elyasa saat berbincang dengan detikjabar di Cirebon, Senin (21/2).
Terbaru, polisi menegaskan pelapor perkara itu bukan Nurhayati, melainkan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Dia mengatakan Nurhayati berstatus sebagai saksi.
“Saudari Nurhayati ini bukan sebagai pelapor seperti yang disampaikan dalam video singkat yang beredar di medsos. Namun sebagai saksi yang memberikan keterangan. Jadi untuk pelapor sendiri dari kasus ini adalah BPD Desa Citemu,” ucap Kabid Humas Polda Jabar Kombes Ibrahim Tompo. Senin (21/2).
Ibrahim menjelaskan berdasarkan informasi atau laporan dari BPD Desa Citemu itu, penyidik Polres Cirebon melakukan serangkaian penyelidikan. Dari penyelidikan itu, sambung Ibrahim, penyidik mendapatkan bukti adanya tindak pidana yang dilakukan oleh Supriyadi yang saat itu menjabat sebagai kades.
“Sehingga meningkat ke penyidikan dan akhirnya menetapkan saudara Supriyadi sebagai tersangka terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan terhadap pelaksanaan pekerjaan tahun anggaran 2018, 2019, 2020 APBDes Desa Citemu,”ujar Ibrahim.