Gelapkan iuran BPJS Ketenagakerjaan karyawanya terdakwa didakwa di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Rabu (23/2/2022). Muhammad Suhaimi, Direktur Utama PT Tri Jaya Insani, subkontraktor di PT Tri Jaya Sentosa.
Dalam surat dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dedi Simatupang, penggelapan yang dilakukan terdakwa Muhammad Suhaimi terjadi ketika salah satu karyawan Sumardi (almahrum) diterima sebagai karyawan di PT Tri Jaya Sentosa.
Setelah diterima karyawan di PT Tri Jaya Sentosa, korban diminta untuk menandatangani surat pernyataan yang isinya menerangkan bahwa akan pemotongan dari upah (gaji) untuk pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan. “Penggelapan iuran BPJSTK itu dilakukan sejak almahrum Sumardi menandatangani kontrak kerja di perusahaan milik terdakwa Muhammad Suhaimi. Yakni dari tahun 2018 – 2020,” kata Jaksa Dedi secara virtual di hadapan majelis hakim yang diketuai Yoedi Anugerah Pratama di PN Batam.
Namun seiring berjalannya waktu, uang yang dipotong dari gaji karyawan tidak disetorkan kepada pihak BPJS Ketenagakerjaan. Di mana, berdasarkan isi surat pernyataan apabila iuran itu tidak bisa setorkan maka pada akhir kontrak akan dikembalikan kepada tenaga kerja (karyawan).
Tetapi faktanya dari tahun 2018 sampai tahun 2020, terdakwa tidak menyetorkan iuran itu ke BPJS Ketanagakerjaan, yang mana uang tersebut malah dikuasai sepihak. Bahkan, setiap berakhir kontrak kerja 6 bulan tidak dikembalikan kepada tenaga kerja.
“Selama karyawan itu bekerja di PT Tri Jaya Sentosa, iuran BPJS yang dipotong dari upah karyawan tidak pernah di setorkan,” tegas Dedi.
Adapun rincian pemotongan gaji korban Sumardi oleh terdakwa, sebesar 2 % untuk BPJS Ketenagakerjaan sejak Januari 2018 hingga 31 Desember 2020 dengan total potongan sebanyak 12 bulan.
Selain pemotongan gaji, ada juga rincian khusus alokasi yang ditujukan untuk BPJS Ketenagakerjaan atas nama Sumardi yang bersumber dari PT Tapanindo Utama (perusahaan rekanan) yang disalahgunakan terdakwa adalah JHT (3,7%) + JKK 0,24 % + JKM (0,3%) = 4,24 % X ( Dikali ) Upah Minimum Karyawan.
“Total gaji milik korban yang telah dipotong sebesar Rp 2,7 juta ditambah JHT, JKK dan JKM sebesar Rp 5,8 juta. Jika dianalogikan satu karyawan dipotong dengan besaran Rp 5,8 juta dikalikan dengan 5 orang karyawan atau pekerja, maka keuntung yang didapat dari peristiwa pidana ini mencapai belasan juta Rupiah,” imbuh Dedi.
Selain kerugian materil, perbuatan terdakwa juga berdampak pada status keikutsertaan atau keanggotaan di BPJS Ketenagakerjaan, karena statusnya belum didaftarkan sehingga keluarga korban tidak mendapatkan haknya untuk mengklaim asuransi BPJS Ketenagakerjaan.
“Atas perbuatannya, terdakwa Muhammad Suhaimi diancam pidana dalam Pasal 374 KUHPidana,” pungkasnya.
Usai pembacaan surat dakwaan, majelis hakim menunda persidangan selama satu minggu untuk pemeriksaan saksi.
(sumber-Batamtoday.com)