Kepolisian Resor Kota Besar Makassar menahan pria berinisial FA (48) yang melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap istri dan anaknya. Motif FA melakukan penganiayaan karena emosi.
Kepala Polrestabes Makassar, Komisaris Besar Budhi Haryanto mengatakan FA melakukan penganiayaan terhadap istrinya berinisial SZ (36). Tak hanya melakukan penganiayaan kepada istrinya, FA juga melakukan pemukulan terhadap anaknya.
“FA diduga melakukan kekerasan fisik terhadap istri sahnya dengan menggunakan tangan kanan. Dia meninju dan memukul korban bagian serta lengan kanan sebanyak lima kali,”ujarnya sebagaimana dikutip dari Merdeka.com, Kamis (24/2).
Sementara penganiayaan dilakukan FA terhadap anaknya dilakukan Rabu (19/1). Budhi menjelaskan motif FA melakukan penganiayaan terhadap istri dan akibat emosi.
“Tersangka ini memukul istrinya karena emosi akibat disuruh makan korban tapi tidak mau. Kalau pemukulan terhadap anaknya juga karena emosi akibat mencubit adiknya sehingga menangis terus,” bebernya.
Budhi meluruskan informasi terkait kasus KDRT tersebut tidak ditindaklanjuti oleh polisi. Ia mengaku pihaknya tidak melakukan pemeriksaan dan penetapan tersangka karena FA pada saat itu positif Covid-19.
“Saat panggilan pertama sebagai saksi tersangka ini tidak bisa datang karena positif Covid-19. Begitu juga saat kami layangkan pemeriksaan kedua, ternyata masih positif Covid-19,” tegasnya.
Setelah tiga kali tidak datang memenuhi pemeriksaan, akhirnya FA datang saat panggilan ketiga. Saat panggilan ketiga tersebut, kepolisian akhirnya menetapkan FA sebagai tersangka dan melakukan penahanan.
“Jadi istilah kasus ini terkatung-katung itu tidak ada. Namun, situasi pandemi ini yang juga bersangkutan positif Covid-19. Proses laporan polisi itu tentunya diawali dengan mencari alat bukti, setelahnya melakukan konstruksi pidana, dan terakhir memeriksa terlapor,” bebernya.
Budhi juga membantah informasi tersangka memiliki keluarga sebagai polisi yang bertugas di Polrestabes Makassar. Hal tersebut, berdasarkan pemeriksaan dilakukan terhadap FA.
“Jadi kalau ada informasi bahwa FA mempunyai keluarga polisi atau pejabat adalah tidak benar. Setelah kita lakukan pemeriksaan, FA kami tetapkan tersangka dan penahanan,” kata dia.
Terkait dugaan pemukulan dilakukan FA terhadap pendamping hukum korban dari UPT P2TP2A Sulsel, Nurul Amalia, kepolisian membuat laporan terpisah. Terkait kasus tersebut akan dilakukan penyelidikan setelah kasus KDRT selesai.
“LP (laporan polisi) baru sudah terbit atas nama korban Nurul, pekerja sosial di UPT P2TP2A Sulsel. Proses akan kita lakukan setelah LP pertama tadi selesai,” ucapnya.
Akibat perbuatannya FA terancam dikenakan pasal 44 ayat 1 UU nomor 23 tahun 2004 terkait KDRT dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp15 juta.