Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau menetapkan Abdul Kadir Jailani Djumra sebagai tersangka. Komisaris PT Fartir Jaya Pratama merupakan tersangka keenam dalam perkara dugaan korupsi pembangunan ruang Instalasi Rawat Inap Tahap III RSUD Bangkinang.
Abdul Kadir Jaelani ditetapkan tersangka setelah dilakukan pemeriksaan di Kejati Riau pada Rabu (23/2) sekitar pukul 16.00 WIB kemaari. Ia langsung menuju Gedung Satya Adhi Wicaksana untuk diperiksa sebagai saksi.
Proses permintaan keterangan berjalan hingga beberapa jam. Pada malam hari, penyidik melakukan gelar perkara dan sepakat meningkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka. Penyidik kemudian menjebloskan Abdul Kadir Jaelani ke tahanan dan dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru untuk 20 hari ke depan.
Asisten Intelijen Kejati Riau, Raharjo Budi Kisnanto menerangkan, penyidik telah melayangkan surat pemanggilan sebanyak tiga kali. Namun, yang bersangkutan mangkir. Disampaikan Raharjo, barulah Abdul Kadir Jailani memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa sebagai saksi, Rabu kemarin.
“Kami melakukan gelar perkara, dan ditemukan cukup bukti terkait keterlibatan yang bersangkutan oleh Tim Penyidik ditemukan bukti yang cukup dalam proyek tersebut. Sehingga, AKJ ditetapkan sebagai tersangka,”ungkap Raharjo melansir dari Riauaktual, Kamis (24/2).
Terhadap tersangka, dikatakan mantan Kajari Kabupaten Semarang, dilakukan penahanan selama selama 20 hari ke depan di Rutan Kelas I Pekanbaru. Sembari itu, penyidik akan berupaya merampungkan berkas perkaranya sebelum dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Peran tersangka terkait dengan adanya aliran dana yang diterima tersangka sekitar Rp4 miliyar. Selain itu, AKJ bersama tersangka SD, tersangka ER, dan tersangka KATA mengatur mulai dari penawaran hingga pelaksanaan lelang proyek tersebut untuk memenangkan PT Gemilang Utama Alen,” jelasnya Raharjo.
Atas perbuatannya, tersangka disangkakan melanggar Primer pasal 2 jo pasal 18 ayat 1 Undang-undang 31 tahun 1999 sebagai mana dirubah dan ditambah dengan UU 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Subsidair Pasal 3 UU 31 tahum 1999 sebagai mana dirubah dan ditambah dengan UU 20 tahun 2001 tantang pemberantasan tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Selain Abdul Kadir Jaelani, penyidik juga telah menetapkan Project Manager, Emrizal sebagai tersangka. Ia diamankan di sebuah tempat di Kawasan Banjarsari, Surakarta, Jawa Tengah, Senin (31/1) lalu. Lantaran tidak koorperatif atas panggilan penyidik.
Kemudian, Surya Darmawan. Ketua KONI Kabupaten Kampar itu berperan sebagai pengatur pemenang tender yakni PT Gemilang Utama Allen. Selain itu, penyidik juga menemukan adanya aliran dana kepada Surya Darmawan dari proyek bermasalah tersebut. Kini, yang bersangkutan juga telah ditetapkan sebagai buronan. Begitu pula dengan Ki Agus Toni Azwarni selaku Kuasa Direksi PT Gumilang Utama Alen yang juga ditetapkan sebagai DPO
Sementara dua pesakitan lainnya adalah Mayusri selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Rif Helvi, Team Leader Management Konstruksi (MK) atau Pengawas pada kegiatan pembangunan ruang Irna tahap III di RSUD Bangkinang. Keduanya tengah diadili di Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 3 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pemberantasan Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Diketahui, kegiatan pembangunan ruang Irna tahap III di RSUD Bangkinang dilakukan dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari Kementerian Kesehatan. Pagu anggaran Rp46.662.000.000. Kegiatan pembangunan dilaksanakan oleh PT Gemilang Utama Allen selaku pemenang lelang dengan nilai kontrak sebesar Rp46.492.675.038. Perusahaan ini diduga pinjam bendera. Management Konstruksi (pengawas) dilaksanakan oleh PT Fajar Nusa Konsultan selaku pemenang lelang.
Sampai dengan berakhirnya jangka waktu pelaksanaan 22 Desember 2019 sesuai kontrak, pekerjaan tidak dapat diselesaikan penyedia. Selanjutnya dilakukan perpanjangan waktu 90 hari kalender (sampai 21 Maret 2020) yang dituangkan dalam Addendum Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan. Akan tetapi pembangunan tetap tidak dapat diselesaikan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik oleh ahli fisik terdapat item-item pekerjaan sesuai kontrak yang tidak dikerjakan oleh penyedia. Seperti kamar mandi, lift yang belum dikerjakan, ada beberapa item yang tidak sesuai spek. Dari perhitungan kerugian keuangan negara oleh auditor diperoleh nilai kerugian sebesar Rp8.045.031.044,14. Audit dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Riau.