Penduduk ibu kota Ukraina, Kiev, terbangun karena suara ledakan dan sirene, serta banyak di antara mereka saat ini mencoba mencari perlindungan atau melarikan diri dari negara itu.
Disituasi mencekam ini, Kementerian Luar Negeri Korea Utara (Korut) membela Rusia terkait keputusannya menginvasi Ukraina. Pyongyang juga menyebut Amerika Serikat (AS) sebagai akar konflik di Kiev.
“Akar penyebab krisis Ukraina juga terletak pada kesewenang-wenangan AS. Mereka (AS) mengejar supremasi militer dengan mengabaikan jaminan keamanan Rusia,” kata Kementerian Luar Negeri Korut dikutip dari RT, Senin (28/2).
Negara yang dipimpin oleh Kim Jong Un itu menuduh AS telah mencampuri urusan domestik negara lain tanpa memperhatikan prinsip perdamaian dan stabilitas.
Di sisi lain, Korut juga mengecam Washington yang mengabikan keputusan Rusia untuk mempertahankan negaranya.
“Itu adalah arogansi dan standar ganda (AS),” tambah Korut.
Kecaman senada juga disampaikan oleh China, sekutu lain Rusia dan Korut. Beijing menuduh Washington dan sekutunya, dalam beberapa hari terakhir sebelum invasi, kerap ‘membesar-besarkan’ masalah dan ‘menuangkan minyak pada api yang telah menyala’ di Ukraina.
Beijing telah mengutuk sanksi negara-negara Barat yang dijatuhkan kepada Rusia, menyebutnya sebagai tindakan yang tidak efektif. Di tengah serangakaian hukuman, China justru mencabut pembatasan impor gandum dari Rusia, kebijakan yang bisa menjadi penyelamat ekonomi Rusia.
Keputusan Rusia mengerahkan militer ke Ukraina telah memicu ketegangan lainnya, seperti krisis Taiwan-China dan Korea Utara-Korea Selatan. Tidak lama setelah invasi Rusia, sejumlah jet China dikabarkan memasuki wilayah udara Taiwan.
Sementara, pada Minggu pagi, Seoul mengumumkan Pyongyang telah menembakkan rudal ke arah timur, yang diduga sebagai rudal balistik. Uji coba itu tercatat sebagai percobaan ke delapan Korut tahun ini dan yang pertama sejak Olimpiade musim dingin Beijing.