Direktur WALHI Sumbar Wengki Purwanto mengatakan, pihak pembangun menggunakan terumbu karang sebagai bahan baku dermaga. Selain merusak terumbu karang, pembangunan dermaga diklaim tidak memiliki izin pemanfaatan ruang laut.
Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumatra Barat (Sumbar) menyoroti kerusakan ekosistem terumbu karang di Pantai Polimo, Pagai Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai. Kerusakan terumbu karang diduga akibat pembangunan dermaga dan logpond di sekitar lokasi.
“Tindakan tersebut telah melanggar UU Nomor 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,” kata Wengki saat diskusi bertajuk Penyelamatan Ekosistem Terumbu Karang di Pantai Polimo, Desa Silabu, Kepulauan Mentawai.
Pasal 35 UU tersebut mengatur tentang larangan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Pada poin d Pasal 35 disebutkan, dalam pemanfaatannya, dilarang menggunakan peralatan, cara dan metode lain yang merusak ekosistem terumbu karang.
“Kita menduga pembangunan dermaga ini tidak sesuai dengan rencana zonasi dan wilayah pulau-pulau kecil,” kata Wengki.
Tindakan perusakan ekosistem terumbu karang itu, sebut Wengki, dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 73 Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
“Bagi yang merusak ekosistem terumbu karang, seperti diatur dalam Pasal 73 ini, dapat dipidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar,” tutur Wengki.
Wengki menegaskan, WALHI Sumbar akan mengawal persoalan itu hingga tuntas. Pihaknya juga sudah melaporkan dugaan tindak pidana ke Polda Sumbar. “Kami sudah ajukan pelaporan ke Polda,” kata dia.
Indikasi kerusakan terumbu karang itu dibenarkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumbar. Tinjauan DKP di Pantai Polimo pada 18-21 Februari lalu, ditemukan adanya penggunaan terumbu karang sebagai bahan dasar pembangunan dermaga.
Kepala DKP Desniarti, dalam keterangan tertulisnya mengatakan, pembangunan dermaga itu tidak mengantongi izin pemanfaatan ruang laut.
“Pembangunan dermaga tidak ada izin sesuai dengan UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja dan PP No 21/2021,” kata Desniarti dalam keterangan tertulisnya.
Atas tindakan perusakan itu, DKP telah melayangkan surat kepada pihak terkait. DKP menjatuhi sanksi administrasi berupa penghentian sementara pembangunan sampai adanya izin pemanfaatan ruang laut.
Pihak pembangun dalam bentuk koperasi itu telah membantah merusak terumbu karang di Pantai Polimo. Dikutip dari mentawaikita.com, pihak koperasi juga mengklaim pembangunan dernaga sudah sesuai izin. (sumber-Langgam.id)