Majelis hakim di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru menjatuhkan hukuman setahun penjara terhadap mantan Kadiskes Meranti Dr Misro Hasanto satu tahun penjara. Terdakwa terbukti melakukan korupsi alat rapid test covid-19 yang merugikan keuangan negara Rpp195 juta. Selasa (15/3/2022).
Demikian terungkap dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. Selasa (15/3/2022). Sidang beragendakan pembacaan amar putusan dipimpin majelis hakim diketuai oleh Dahlan MH.
Dalam putusannya, hakim ketua menyatakan, terdakwa Misri terbukti bersalah melanggar Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dirubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Misri Hasanto selama satu tahun,”tegas Dahlan.
Selain pidana penjara, Dahlan juga membebankan terdakwa membayar denda sebesar Rp50 juta. Jika tidak dibayarakan, maka dapat diganti dengan pidana 1 bulan kurungan.
Terhadap vonis hakim itu, terdakwa melalui kuasa hukumnya Wahyu Awaloeddin SH MH menyatakan pikir-pikir. Begitu pula dengan dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kepulauan Meranti.
Vonis hakim ini lebih ringan dari tuntutan JPU, Mulyani Anom SH. Yang mana sebelumnya, meminta hakim menjatuhkan hukuman kepada terdakwa berupa pidan penjara 1 tahun 3 bulan. Kemudian, denda sebesar Rp 50juta atau subsider 3 bulan kurungan.
Tidak hanya itu, jaksa juga menuntut terdakwa juga dihukum membayar uang pengganti (UP) sebesar Rp194.900.798. Apabila tidak dibayarkan, maka diganti dengan pidana penjara selama 9 bulan.
Jaksa dalam dakwaan menyebutkan, dugaan korupsi alat rapid tes yang dilakukan terdakwa terjadi sekitar Bulan Januari- September 2020 dan Juni 2021 lalu. Berawal ketika Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas II Pekanbaru Sarifuddin Saragih mengirimkan surat kepada Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kabupaten Kepulauan Meranti terkait Pemberitahuan Kegiatan Rapid Test Covid-19 dan Permohonan Bantuan Tenaga Kesehatan.
Dalam surat tersebut menyebutkan, bahwa Kantor Kesehatan Pelabuhan kelas II Pekanbaru akan mengadakan rapid test covid-19 dengan sasaran masyarakat Pelabuhan Tanjung Harapan Selat Panjang. Dimana jadwal disesuaikan dengan permohonan instansi terkait dan dalam surat tersebut juga disampaikan permohonan dari KKP Kelas II Pekanbaru agar dibantu tenaga kesehatan sebagai pelaksana.
Bupati kepulauan Meranti selaku Ketua Satgas covid-19 Kabupaten Kepulauan Meranti setelah menerima surat KKP Kelas II Pekanbaru itu, lalu memberitahukan kepada terdakwa Misri untuk menindaklanjuti program itu. Selanjutnya, terdakwa menyurati KKP Kelas II Pekanbaru dengan memberikan data dengan sasaran sebanyak 2.276 orang yang akan di rapid test.
Adapun rincian sasaran yang akan dirapid tes itu yakni, Dinas Kesehatan 62 orang, RSUD 450 orang, UPT Puskesmas 450 orang, Polres Kep. Meranti 300 orang, Kantor KKP Selatpanjang 6 orang, Kantor KSOP Selatpanjang 60 orang, Kantor Pelindo Selatpanjang 14 orang, Satpol PP Meranti 248 orang, Kantor Lapas Selatpanjang 350 orang. Lalu, Warga sekitar Pelabuhan 250 orang, Kantor Bea Cukai Selatpanjang 25 orang, Kantor Imigrasi Selatpanjang 41 orang dan Danramil Tebing Tinggi 20 orang.
“Bahwa data-data tersebut di atas tidak sesuai dengan kebutuhan yang sebenarnya. Karena dibuat oleh terdakwa tanpa melalui pendataan kepada instansi-instansi yang membutuhkan,”kata Jaksa.
Atas permintaan terdakwa itu, lalu KKP Kelas II Pekanbaru mengirimkan alat Rapid Diagnostik Test/RDT Covid-19 dengan jumlah 2.000 pcs dengan merk Indec Covid-19 IgG/IgM pada tanggal 23 September 2020. Lalu, tanggal 05 November 2020 lagi alat Rapid Diagnostik Test/RDT Covid-19 merk Indec Covid-19 IgG/IgMdengan jumlah 500 pcs.
Selanjutnya tanggal 21 Desember 2020 KKP kelas II Pekanbaru mengirimkan lagi alat Rapid Diagnostik Test/RDT Covid-19 merk Indec Covid-19 IgG/IgM dengan jumlah 500 pcs. Total alat Rapid diterima oleh terdakwa selaku Kadiskes Kepulauan Meranti Pekanbaru berjumlah sebanyak 3.000 pcs dengan harga satuan Rp119.633, sehingga harga keseluruhan sebesar Rp358.899.000.
Nanun setelah menerima alat Rapid dengan jumlah 3.000 pcs tersebut, ternyata terdakwa tidak mendistribusikannya sesuai dengan permintaan. Alat rapid itu justru digunakan terdakwa untuk mengambil keuntungan pribadi.