Sudarso, General Manager PT Adimulia Agrolestari, meminta keringanan hukuman kepada majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru. Pasalnya, Sudarso dituntut dengan pasal 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Rahmat, salah seorang penasihat hukum Sudarso, usai persidangan, Rabu (16/3/2022), mengatakan, kliennya (Sudarso) dituntut 3,5 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum. Karena, Sudarso dituntut dengan pasal 5 UU Tipikor.
“Dalam nota pembelaan yang disampaikan, kami meminta majelis hakim memvonis Sudarso seringan-ringannya,” ungkapnya.
Dalam pledoi itu juga diungkapkan terkait kegiatan ekspos di Hotel Prime Park. Saat kegiatan itu, ada pemberian-pemberian kepada peserta yang hadir. Uang itu berasal dari perusahaan. Kini, uang pemberian itu disita di rekening KPK.
“Kami memohon agar uang tersebut dikembalikan ke PT Adimulia Agrolestari,” ucap Rahmat.
Untuk diketahui, kasus ini berawal saat PT Adimulia Agrolestari mengelola tanah perkebunan sawit berdasarkan Hak Guna Usaha (HGU) sejak 8 Agustus 1994. Luas lahan perkebunan 3.952 hektare (Ha).
Jangka waktu HGU selama 30 tahun (berakhir 2024). Awalnya, lahan ini berada di Kabupaten Kampar.
Bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 118 Tahun 2019, terjadi perubahan batas wilayah Kabupaten Kampar dan Kabupaten Kuansing. Akibat, lahan perkebunan PT Adimulia Agrolestari terbagi dua di dua kabupaten.
Karena terjadi perubahan batas wilayah tersebut, PT Adimulia Agrolestari mengajukan perubahan HGU untuk di wilayah Kabupaten Kuansing. Ada tiga HGU yang diterbitkan di Desa Sukamaju, Kecamatan Singingi Hilir.
Tiga HGU ini memiliki luas wilayah masing-masing 874,3 Ha, 105,6 Ha, dan 256,1 Ha. Jangka waktu seluruh sertifikat HGU tersebut di atas tetap mengikuti sertifikat HGU sebelumnya yaitu selama 30 tahun sejak tahun 1994 hingga 2024.
Karena jangka waktu sertifikat HGU PT Adimulia Agrolestari tersebut akan berakhir pada 2024, maka Frank Wijaya selaku Komisaris sekaligus pemilik PT Adimulia Agrolestari meminta Sudarso untuk mengurus perpanjangan sertifikat HGU. Alasannya, Sudarso sudah berpengalaman mengurusi permasalahan-permasalahan yang dialami PT Adimulia Agrolestari.
Atas tanda tangan Direktur PT Adimulia Agrolestari David Venice Turangan pada 4 Agustus 2021, surat permohonan perpanjangan HGU diajukan ke Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kuansing. Karena luas tanah yang dimohonkan perpanjangan HGU di atas 25 Ha, maka BPN Kuansing meneruskan surat ke Kantor Wilayah (Kanwil) BPN Provinsi Riau di Pekanbaru.
Pada 3 September 2021 di Hotel Prime Park Pekanbaru, Kepala Kanwil BPN Riau Muhammad Syahrir mengadakan rapat koordinasi dengan mengundang para pihak terkait. Rapat itu juga dihadiri oleh Panitia Pemeriksaan Tanah B Provinsi Riau.
Dalam rapat tersebut dilakukan pembahasan kelengkapan dokumen pengajuan perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari. Namun, permasalahan ditemukan.
Dalam rapat itu, kepala Desa Sukamaju dan Beringin Jaya (Kabupaten Kuantan Singingi) meminta agar PT Adimulia Agrolestari membangun kebun kemitraan (plasma) di wilayah desa tersebut paling sedikit 20 persen.
Kepala BPN Riau Syahrir menjelaskan bahwa kewenangan penentuan lokasi kebun plasma ada pada bupati Kuansing Andi Putra. PT Adimulia Agrolestari diminta membuat surat rekomendasi persetujuan dari Andi Putra.
Bagi Sudarso, Andi Putra merupakan teman lama. Hanya melalui sambungan telepon seluler, Andi Putra bisa dihubungi. Keduanya bertemu.
Hasil pertemuan dengan Andi Putra dilaporkan ke Frank Wijaya bahwa surat rekomendasi persetujuan perpanjangan HGU. Namun, PT Adimulia Agrolestari diminta memberikan uang kepada Andi Putra. Frank Wijaya setuju memberikan uang kepada Andi Putra agar surat rekomendasi dapat segera keluar.
Pada September 2021, Andi Putra meminta uang kepada Sudarso sebesar Rp1,5 miliar dalam rangka pengurusan surat rekomendasi persetujuan penempatan lokasi kebun plasma. Permintaan ini dilaporkan Sudarso kepada Frank Wijaya.
Frank setuju dengan permintaan Andi Putra. Pada 27 September 2021, Sudarso meminta Kepala Kantor PT Adimulia Agrolestari Syahlevi Andra membawa uang Rp500 juta.
Uang itu diantar ke kediaman Sudarso di Pekanbaru, tepatnya Gang Nurmalis, Jalan Kartama, Kelurahan Maharatu, Kecamatan Marpoyan Damai. Uang itu diserahkan Syahlevi kepada sopir Andi Putra bernama Deli Iswanto.
Rupanya, Andi Putra meminta sisa uang yang belum diberikan sesuai perjanjian. Namun, Frank tak ingin memberikan sekaligus kepada Andi Putra.
Sudarso menyarankan agar uang diberikan kepada Andi Putra antara Rp100 juta hingga Rp200 juta. Akhirnya, Frank setuju memberikan uang sebesar Rp250 juta untuk Andi Putra.
Pada 18 Oktober 2021, Sudarso berangkat ke kediaman Andi Putra di Jalan Sisingamangaraja, Kuantan Tengah, Kabupaten Kuansing menggunakan mobil Toyota Hilux putih dengan Nomor Polisi BK 8900 AAL. Kedatangan Sudarso guna memastikan persetujuan dari Andi Putra. Sementara, uang Rp250 juta masih dalam proses pencairan.
Setelah pertemuan, Sudarso ditangkap petugas Komisi Pemberantasan Korupsi di persimpangan Jalan Abdoer Rauf dengan Jalan Datuk Sinaro Nan Putiah (masih di sekitar kediaman Andi Putra). Karena Sudarso ditangkap KPK, Syahlevi diperintahkan Frank agar menyetorkan kembali uang Rp250 juta ke rekening perusahaan.