Kejaksaan Negeri Rokan Hilir akhirnya menetapkan seorang pria berinisial TRP sebagai tersangka dugaan korupsi pembangunan fasilitas pelabuhan Bagansiapiapi. Pejabat Pembuat Komitmen dalam proyek tersebut diduga terlibat dalam upaya menggerogoti keuangan negara lebih dari Rp1 miliar.
TRP menyandang status tersangka setelah sebelumnya menjalani pemeriksaan dalam kapasitasnya sebagai saksi. Selanjutnya, dilakukan gelar perkara untuk menentukan langkah selanjutnya.
“Pada hari ini Rabu, (23/3), Tim Penyidik Kejari Rohil melakukan pemeriksaan terhadap saksi TRP selaku PPK. Setelah itu, dilakukan gelar perkara atau ekspos dan hasilnya disimpulkan bahwa TRP selaku PPK ditetapkan sebagai tersangka,” ujar Kepala Kejari (Kajari) Rohil Yuliarni Appy saat dikonfirmasi melalui Kasi Intelijen Yogi Hendra, Rabu petang.
Penyematan status tersangka itu, kata Yogi, setelah penyidik pada Bidang Pidana Khusus (Pidsus) meyakini telah mengantongi minimal 2 alat bukti yang cukup. Hal itu didapat setelah penyidik melakukan pemeriksaan terhadap 18 orang saksi
“Belasan saksi itu terdiri dari pihak Dinas Perhubungan, Konsultan Pengawas, dan Kontraktor serta 2 orang ahli, yakni Ahli Bidang Jasa Konstruksi LPJK-N dan Ahli Auditor Perhitungan Kerugian Negara,”lanjut Yogi.
Dengan telah ditetapkannya TRP sebagai tersangka, penyidik kata Yogi, akan menggelar proses penyidikan dan melakukan pemberkasan. Jika rampung, akan segera dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Peneliti atau tahap I.
Dari informasi yang didapat, dugaan rasuah bermula pada pada tahun 2018 lalu. Saat itu, Direktorat Perhubungan Laut pada Kementerian Perhubungan melaksanakan Kegiatan Pekerjaan Lanjutan Pembangunan Fasilitas Pelabuhan Laut Bagansiapiapi, Kecamatan Bangko, Rokan Hilir.
Adapun anggarannya bersumber dari APBN Kementerian Perhubungan RI cq Direktorat Perhubungan Laut Tahun Anggaran 2018. Proyek tersebut dikerjakan oleh PT Multi Karya Pratama (MKP) dan Konsultan Pengawas CV Refena Kembar Anugrah (RKA).
Proyek tersebut dikerjakan selama 180 hari. Yakni, dimulai dari tanggal 30 Juni 2018 hingga 31 Desember 2018 dengan nilai kontrak sebesar Rp20.715.000.800.
Bahwa pada tahap pencairan, syarat-syarat dari pencairan seperti Jaminan Uang muka, SSP PPN dan PPh, rincian penggunaan uang muka dan berita acara progress pekerjaan dari Konsultan hanya dilampirkan pada Pencairan Tahap I.
Pada Pencairan Tahap II-VII, syarat-syarat tersebut tidak dilampirkan namun anggaran tetap dicairkan.
Sampai dengan berakhirnya masa kontrak fisik, yakni pada tanggal 31 Desember 2018, pengerjaan proyek tersebut belum mencapai bobot fisik 100 oersent, karena masih ada yang belum selesai. Seperti, selimut tiang HDPE belum terpasang dan timbunan untuk causeway dan turap belum selesai.
Kendati begitu, pembayaran sudah dilakukan 100 persen atas nilai kontrak dan setiap proses pencairan tidak pernah melampirkan Asbuilt Drawing atau Gambar Pelaksanaan dan Back Up Data/Final Quantity, serta Laporan Kemajuan Pekerjaan sebagai dasar penentuan berapa besar prestasi pekerjaan yang telah dikerjakan.
Tersangka diduga kuat melakukan perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp1.483.335.260.
“Tersangka TRP dalam perkara ini diancam dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” tegas mantan Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejari Indragiri Hilir (Inhil) tersebut.
Untuk mempercepat proses penyidikan dan berdasarkan Pasal 21 ayat (4) KUHAP, dimana ancaman pidana penjara di atas lima tahun, kata Yogi, maka tersangka dilakukan penahanan selama 20 hari terhitung dari tanggal 23 Maret 2022 hingga tanggal 11 April 2022.
“Tersangka TRP dititipkan di Lapas Kelas II Bagansiapiapi,” pungkas Yogi Hendra.