Teresa Kotomski dihukum karena membunuh suaminya, Raymond Kotomski, dengan racun etilen glikol.
Namun Teresa menyangkal teori tersebut.
“Saya merasa bahwa orang perlu tahu bahwa saya tidak bersalah. Say tidak membunuh suami saya,” kata Teresa Kotomski.
Dari Lembaga Pemasyarakatan Dayton, Teresa menceritakan kisah barunya; pada pagi hari 13 Agustus 2009 di Pierpont, Ohio, ibu Teresa menemukan Raymon dalam keadaan sulit bernapas.
Sang ibu lantas menghubungi Teresa yang kemudian menelepon 911. Saat itu Raymond sakit dan tidak responsif, tapi masih hidup.
Teresa naik ambulans bersama suaminya, menjelaskan kepada responden bahwa dia sakit selama beberapa hari. Menurutnya, Raymond mengaku meminum sesuatu yang manis.
“Saya tidak tahu apa yang sedang terjadi. Itu sangat sibuk, sangat emosional. Saya berdoa dan berdoa agar dia bangun dan memberi tahu kami apa yang terjadi.”
Ketika Raymond tiba di rumah sakit, ginjalnya sudah mati.
“Dia banyak minum. Dan saya mengatakan kepadanya, ‘Ray, jika Anda tidak berhenti minum, saya akan pergi. Saya tidak bisa hidup dengan seorang pecandu alkohol lagi. Saya tidak bisa menempatkan anak-anak dan saya dalam situasi itu.’ Dan saat itulah saya pindah,” kenangnya.
Teresa mengaku ketika dia tidak bisa menghubungi Raymond pada malam 12 Agustus 2009, dia mengirim ibunya untuk memeriksanya. Saat itulah sang ibu menemukan Raymond.
Setelah dia dibawa dengan ambulans ke rumah sakit pertama, Raymond diterbangkan ke rumah sakit lain. Di sana, dokter menemukan dia memiliki etilen glikol dalam darahnya, bahan yang biasa digunakan untuk membuat antibeku.
“Ketika mereka memberi tahu saya bahwa dia memiliki antibeku di sistemnya, saya kewalahan. Saya tidak tahu apa-apa tentang antibeku,” klaim Teresa.
Tertelan secara tidak sengaja tampaknya tidak mungkin, jadi pihak berwenang mulai menentukan apakah itu bunuh diri atau pembunuhan.
Penyelidik awalnya kesulitan membayangkan Teresa sebagai tersangka, terutama karena dia memberi petunjuk penting kepada dokter bahwa Raymon minum sesuatu yang manis.
Dia membiarkan penyelidik menggeledah rumahnya dan Raymond. Di sana, pihak berwenang menemukan wadah antibeku terbuka di garasi.
Apa yang mengejutkan penyelidik adalah bahwa wadah terbuka tidak memiliki sidik jari di atasnya. Jika Raymond ingin bunuh diri, mereka berharap sidik jarinya ada di wadah.
Selama wawancara awal dengan penegak hukum, Teresa mendorong gagasan bunuh diri. Menurutnya, setelah dia membawa anak-anak dan pindah ke apartemen baru, Raymond mengundangnya. Dia mengunjungi Raymond, tetapi ketika di sana, dia yakin Raymond mabuk.
Ketika Teresa bertanya apakah Raymond membutuhkan sesuatu, dia mengatakan kepadanya bahwa dia sudah meminum sesuatu yang manis.
Dia juga mengklaim Raymond menelepon kakaknya dan menyatakan bahwa dia tidak punya alasan untuk hidup tanpa Teresa.
Pada 2012, pihak berwenang mengangkat kembali penyelidikan. Mereka meminta jaksa khusus dari kejaksaan agung untuk mengevaluasi kasus tersebut dan melihat apakah mereka bisa membawanya ke pengadilan.
Mereka mewawancarai kembali Teresa, menjelaskan bahwa mereka memperlakukan kematian Raymond sebagai kasus pembunuhan.
Pada Maret 2014, hampir lima tahun setelah kematian Raymond, pihak berwenang menangkap Teresa Kotomski.
“Saya terkejut bahwa saya ditangkap karena sesuatu yang tidak saya lakukan. Mereka tidak punya bukti bahwa saya melakukan sesuatu. Dalam benak saya, saya tahu bahwa saya tidak bersalah,” kata Teresa.
Bertentangan dengan klaim Teresa bahwa Raymond adalah peminum berat, tidak ada alkohol yang ditemukan dalam sistem tubuhnya, baik di rumah sakit maupun dalam laporan toksikologi postmortem selanjutnya.
Teresa dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dengan kelayakan untuk pembebasan bersyarat dalam 15 tahun.
“Saya yakin Raymond meninggal karena diabetes, diabetes yang tidak diobati. Raymond tidak pernah diuji untuk diabetes. Tapi saya yakin dia mengalami koma gula. Itulah yang saya percaya. Ya. Tentu saja. Saya percaya itu 100 persen,” tambah Teresa.