Arif Budiman tersangka kasus korupsi dugaan kredit di Bank Jawa Barat dan Banten (BJB) Cabang Pekanbaru, dijemput paksa Polda Riau di Jakarta. Tersangka merupakan nasabah di bank tersebut diduga merugikan negara Rp7,2 miliar menggunakan surat perintah kerja (SPK) fiktif.
“Tim menjemput tersangka AB karena tidak kooperatif. Setelah dipanggil 2 kali oleh penyidik tidak hadir malahan berusaha kabur ke luar daerah,” ujar Kabid Humas Polda Riau Kombes Pol Sunarto, kepada merdeka.com, Kamis (7/7).
Sunarto menjelaskan, pemanggilan terhadap Arif Budiman untuk dilakukan serah terima tersangka dan barang bukti kepada jaksa penuntut umum.
Namun, Arif Budiman tidak koperatif dan tidak dapat dihubungi untuk hadir guna dilakukan serah terima tersangka dan barang bukti ke jaksa.
Awalnya, penyidik yang dipimpin Kompol Tedy Ardian mendatangi kediaman Arif Budiman di Marpoyan Damai Kota Pekanbaru, pada Selasa (5/7) lalu. Tapi, Arif tidak ditemukan karena sudah kabur dari rumahnya.
Polisi mendapat informasi bahwa Arif berada di sebuah daerah di DKI Jakarta. Polisi langsung berangkat ke tujuan mencari Arif.
“Kamis dini hari (7/7) sekitar pukul 00.15 WIB tersangka AB berhasil diamankan saat berada di Jalan H. Agus Salim, Gambir Jakarta,” jelas Sunarto.
Saat ini, proses penanganannya telah dilakukan penyerahan tanggung jawab tersangka dan barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Riau untuk proses tahap II.
Sementara itu, Kasubdit II Tipibank Kompol Tedy Ardian mengatakan, penetapan tersangka setelah penyidik melakukan pengusutan pada bulan Desember 2021. Lalu menerbitkan Surat Perintah Dimulai Penyidikan (SPDP) kepada jaksa di Kejati Riau dan pemberitahuan adanya tersangka.
Tersangka Arif merupakan pengelola sejumlah perusahaan swasta di Pekanbaru. Tindak pidananya terjadi pada tahun 2015 hingga 2016.
“Tersangka AB pada 18 dan 23 Februari 2015, mengajukan permohonan agar mendapatkan fasilitas kredit modal kerja konstruksi di BJB Cabang Pekanbaru. Tersangka diduga menggunakan surat perintah kerja tidak sah atau fiktif terhadap kegiatan di DPRD Riau dan Disdik Kuansing,” kata Tedy.
Penggunaan SPK fiktif mengakibatkan kredit macet, karena sejumlah perusahaan tersangka AB tidak memiliki sumber pengembalian dana.
Selama mengusut kasus ini, penyidik telah meminta keterangan 25 orang sebagai saksi. Diantaranya 15 berasal dari BJB Cabang Pekanbaru, 4 saksi kontraktor, 3 dari Sekretariat Dewan dan satu dari Dinas Pendidikan.
“Tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (2) huruf b Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke – 1 KUHP,” tegas perwira menengah jebolan Akpol 2009 itu. (sumber-Merdeka.com)