Polda Kepulauan Riau, mengungkap kasus sindikat human trafficking. Bermodus Iming-iming gaji besar masih menjadi cara sindikat trafficking untuk menarik korbannya. Inilah yang dilakukan sindikat perdagangan orang di Batam.
Menurut Dirreskrimum Polda Kepri Kombes Pol Jefry Siagian, sindikat yang diotaki JE ini menjanjikan pekerjaan di Kamboja dengan gaji yang menggiurkan.
Alhasil, 9 orang tertarik dan dijanjikan akan dipekerjakan sebagai marketing di sebuah perusahaan besar.
“Upah sebesar USD 700 untuk yang tak memiliki kemampuan bahasa dan sebesar USD 1.000 untuk yang memiliki kemampuan berbahasa Mandarin dan Bahasa Inggris,” ujar Jefry Siagian.
Namun, sesampainya di sana, para korban ini justru mendapatkan pekerjaan tidak seperti yang dijanjikan. Mereka malah dipekerjakan sebagai marketing investasi bodong.
Mereka ditargetkan untuk mencari 3 klien dalam satu hari. Jika tak mencapai target, para korban akan disetrum, disuruh push up dan tindakan kekerasan lainnya. Bahkan mereka akan didenda sebesar USD 20 oleh pihak perusahaan jika mereka mengalami sakit.
Kasus ini terungkap saat Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Phnom Penh menyurati Polda Kepulauan Riau pada 30 Juni 2022 lalu.
Dalam surat tersebut, tertuang penjelasan bahwa terdapat sembilan PMI dari wilayah Kepulauan Riau (Kepri) yang dipekerjakan di Kamboja dan mendapatkan perlakuan tak menyenangkan seperti tindak kekerasan.
“Mendapati laporan tersebut kita lakukan pendalaman dan didapati bahwa pelaku yang merekrut para korban berasal dari Batam,” katanya.
Usai penyelidikan, pada 6 Juni 2022 lalu, Polda Kepri menangkap JE di kediamannya yang berlokasi di Marina Park, Lubukbaja. Ia berperan sebagai perekrut PMI untuk dikirim ke Kamboja.
Selain itu, dari hasil pengembangan tim juga mengamankan pelaku berinisial F di perumahan Permata Regency. Kemudian dilakukan pengembangan kembali dan berhasil menangkap pelaku lainnya berinisial H.
Mereka yang ditangkap ini terdiri dari dua wanita dan satu pria.
Proses perekrutan
Sindikat trafficking yang diotaki oleh JE ini menjaring korbannya dengan memasang iklan melalui media sosial. Dari sembilan korban yang diberangkatkan ke Kamboja, mayoritas berasal dari Kota Batam dan Kabupaten Lingga.
“Para korban yang menerima tawaran itu kemudian membuat paspor. Visa kerjanya diurus para pelaku ini,” kata Jefry.
Berdasarkan pengakuan para korban, sesampainya di Kamboja mereka dijemput oleh perwakilan perusahaan di bandara setempat. Bahkan, mereka mendapatkan pelayanan khusus oleh Imigrasi Kamboja.
“Mereka dapat jalur VIP, tanpa ada pengecopan keimigrasian dari petugas di sana dan juga sesampainya di sana paspor mereka diambil langsung oleh petugas Imigrasi setempat,” bebernya.
“Kita menduga bahwa ada permainan yang dibantu oleh oknum-oknum imigrasi setempat yang mempermudah jalur mereka,” tambahnya.
Sesampainya di perusahan yang dimaksud, sejumlah barang milik korban disita oleh pihak perusahaan termasuk handphone.
Salah seorang korban yang merasa janggal, lalu menyembunyikan salah satu handphone miliknya. Alat itulah yang kemudian digunakan untuk melaporkan kasus ini ke keluarganya di Indonesia.
Sementara itu, pihak keluarga mencoba menghubungi KBRI wilayah Phnom Penh untuk melaporkan peristiwa yang dialami oleh korban. Lalu pihak KBRI dibantu otoritas kepolisian setempat untuk melakukan penyelidikan.
“Mereka dijemput oleh kepolisian setempat dan dibawa ke kantor KBRI, ironisnya mereka hanya diturunkan di depan kantor KBRI kemudian pihak kepolisian langsung pergi meninggalkan mereka,” jelasnya.
Saat ini sembilan korban tersebut telah berada di Kota Batam, Kepulauan Riau, mereka telah dimintai keterangan oleh penyidik. Sementara tiga tersangka tersebut berada di Polda Kepri untuk dilakukan penyidikan lebih lanjut.
“Ketiga tersangka ini dikenakan Pasal 4 juncto Pasal 10, juncto Pasal 48 Undang-Undang TPPO dengan ancaman paling singkat 3 tahun penjara dan paling lama 15 tahun penjara serta denda paling banyak Rp 500 juta,” pungkasnya. (sumber-Batamnews.com)