Akibat praktik penyalahgunaan dan penadahan puluhan ribuan kilogram gas LPG subsidi yang diduga dilakukan sindikat berhasil dibongkar polisi. Kerugian negara bisa mencapai belasan miliar setiap bulan. Kasus ini terungkap setelah proses penyelidikan berlangsung selama empat hari oleh tim gabungan dari Direktorat Reserse Kriminalisasi Khusus Polda Jabar dan Polres Subang.
Pada Kamis (14/7) dini hari, mereka mendapatkan informasi truk tangki pembawa gas 20 ton masuk ke sebuah tempat di kawasan Patokan Beusi, Kabupaten Subang. Tempat itu diketahui merupakan lokasi penyulingan ilegal. Seharusnya, truk yang berangkat dari Eretan, Kabupaten Indramayu itu langsung menuju Kabupaten Majalengka.
Lokasi penyulingan pun didatangi, hingga tim menangkap tersangka berinisial TS (42) sebagai penanggungjawab operasional. Sisanya masih dalam pengejaran.
Selain tersangka, satu tangki yang sudah dimodifikasi lalu satu unit truk bermuatan tabung LPG 50 kilogram, satu truk tangki Pertamina bertuliskan PT Elpindo dan satu alat sedot berbentuk genset.
Kepada polisi TS mengatakan penyulingan gas dilakukan pada malam hari, mulai pukul 22.00 WIB sampai dengan 04.00 WIB untuk menghindari patroli kepolisian.
Modusnya, saat truk tangki berisi gas LPG bersubsidi datang, anak buahnya langsung memasukkan sebagian isi gas ke tangki yang sudah dimodifikasi dan mengisi ke puluhan tabung isi 50 Kg.
Dalam satu tangki yang membawa muatan 20 ton, TS biasanya melakukan penyulingan sebanyak 3.000 sampai 5.000 Kg.
“Dalam sehari kita ngisi 64 tabung (isi 50 Kg),” ucap TS di hadapan polisi.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Barat Kombes Pol Arief Rachman mengatakan mengatakan, berdasarkan keterangan tersangka, praktik ini sudah berjalan dalam 3 bulan terakhir. Namun, pihaknya masih akan melakukan penyelidikan lanjutan.
Selain itu, dari hasil penyelidikan sementara penyelundupan gas LPG ini berpotensi merugikan negara sebesar Rp 11 miliar perbulan.
Jumlah kerugian itu dihitung berdasarkan disparitas harga antara tabung gas subsidi dan non subsidi yang dijual demi mendapat keuntungan lebih.
Tersangka ini kerap menjual gas LPG tersebut ke berbagai wilayah, di antaranya Tangerang, Jakarta dan Cirebon.
“Informasi dari general manager wilayah Pertamina Jabar, kami mendapatkan angka di mana gas elpiji subsidi gas 3 kilogram itu disubsidinya adalah Rp 15 ribu perkilo. Jadi, harga jual Rp 15 ribu pertabung sedangkan gas elpiji nonsubsidi itu adalah Rp 18.400 perkilo,” kata dia.
“Artinya selisih yang dibayar oleh negara dalam bentuk subsidi itu sebesar Rp 13.400. Maka, apabila kita kalkulasikan, Rp 18.400 kali 20 ribu matriks ton dikali 30 hari, sebesar Rp11 Miliar per bulan,” Ia melanjutkan.
Pada kasus ini, polisi menerapkan UU No. 35 Tahun 2001 tentang migas yang telah dirubah ke UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan/atau pasal 62 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Lebih lanjut, Arief memastikan akan melakukan pengembangan untuk menemukan tersangka lainnya. Ia menduga, adanya sindikat dalam komplotan ini.
“Kita sampaikan, saat ini penyelidikan belum usai. Kita akan terus telusuri siapa aktor utama dibalik komplotan ini,” katanya.
“Akan saya ungkap dari layer terendah sampai layer tertingginya. Adapun ancaman hukumannya sangat jelas, ini sangat berat apalagi di masa sepeti sekarang ini,” pungkasnya.
(sumber-Merdeka.com)