News24xx.com – Pandemi Covid-19 yang telah terjadi sejak 2020 memporak-porandakan perekonomian dunia. Sejumlah negara mengalami krisis ekonomi. Bahkan, Sri Lanka terancam mengalami kebangkrutan.
Sektor pariwisata yang digadang-gadang bisa meningkatkan pendapat negara ternyata tidak sesuai harapan akibat pembatasan wisata pada masa pandemi.
Belum lagi, kegagalan produksi hasil bahan pokok beras yang sebelumnya selalu ekspor ke sejumlah negara malah berbalik. Sri Lanka mau tak mau harus impor guna memenuhi kebutuhan lebih dari 23 juta penduduknya.
Itu pun masih belum cukup karena cadangan devisa negara terbatas. Beras dalam 6 bulan terakhir mengalami kelangkaan. Pihak berwenang juga menjatah penjualan susu bubuk, gula, dan bahan pokok lainnya. Menurut laman Firstpost, harga pangan naik mencapai 21,5 persen pada Desember 2020 yang awalnya hanya 16,9 persen bulan sebelumnya.
Bahan bakar minyak dan listrik kondisinya juga tidak terlalu berbeda. Keseluruhan, harga konsumerisme naik mencapai 14 persen pada Desember 2021.
Bank Sentral Sri Lanka (CBSL) juga telah menaikkan suku bunga acuannya sebesar 100 basis poin atau 1 persen untuk meredam inflasi yang menjulang. Tingkat suku bunga pinjaman dinaikkan menjadi 15,50 persen, sedangkan suku bunga simpanan naik menjadi 14,50 persen tertinggi dalam 21 tahun.
CNBC menyebut inflasi Sri Lanka telah menyentuh rekor 54,6 persen pada Juni 2020, khusus inflasi makanan meningkat hingga 80,1 persen. Mata uang LKR telah terdepresiasi lebih dari 63% terhadap dolar AS sepanjang tahun ini. Nilai tukar rupee LKR menurun tajam dari 198,85 LKR pada Desember 2021 hingga 363,93 perdolar AS pada perdagangan Senin, 11 Juli 2022.
Inilah krisis ekonomi terburuk sejak Sri Lanka merdeka pada 1948.
Massa Bertindak Anarkis
Rakyat langsung bereaksi agar pemerintah bisa membenahi kondisi tersebut. Kerusuhan terjadi di beberapa kota. Aturan jam malam tak mampu meredam kemarahan demonstran, justru mendorong lebih banyak orang turun ke jalan.
Berdasar info, sembilan orang tewas dan ratusan terluka ketika bentrokan meletus di seluruh negeri setelah loyalis Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa menyerang pengunjuk rasa damai di luar kantor presiden pada Mei lalu.
Tindakan tersebut membuat para demonstran semakin anarkis.
Pada Sabtu, 8 Juli 2022, ribuan demonstran menyerbu kediaman Presiden Rajapaksa di Kota Kolombo. Tak hanya polisi, pihak berwenang sampai menerjunkan tentara bersenjata senapan serbu guna mengamankan presiden keluar dari kediamannya. Bentrokan tak terelakkan. Para demonstran akhirnya mampu merobohkan barikade dan masuk ke istana.
Dalam video di media sosial, setelah kediaman presiden berhasil diduduki, mereka mengobrak-abrik setiap ruangan, beberapa orang memanfaatkan fasilitas yang ada. Ada yang berenang di kolam renang, hingga ada demonstran yang masuk ke kamar presiden sambil menghitung uang yang mereka klaim ditemukan di sana.
Kediaman Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe tak luput dari amarah massa. Laporan CNN pada Minggu, 10 Juli 2022, para demonstran sampai membakarnya. Wickremesinghe sendiri tidak berada di kediamannya. Dia berhasil dievakuasi ke tempat aman.
“Presiden harus mengundurkan diri, perdana menteri harus mengundurkan diri dan pemerintah harus mundur,” ucap seorang demonstran seperti dilansir dari Reuters, Senin 11 Juli 2022.
Mengatasi desakan itu, Presiden Rajapaksa akhirnya setuju mengunduran diri. Melansir The Guardian, juru bicara parlemen, Mahinda Yapa memastikan presiden akan mundur dari kekuasaan pada 13 Juli 2022 untuk memastikan transisi kekuasaan yang damai.
Perdana Menteri Wickremesinghe juga telah mengatakan pada pertemuan para pemimpin partai bahwa dia akan mengundurkan diri segera setelah pemerintahan semua partai yang baru dibentuk.