NEWS24XX.COM – Seorang hakim dibAmerika Serikat membuka jalan bagi 11 warga desa di Aceh, Indonesia untuk menuntut ExxonMobil Oil Indonesia atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia.
Seperti dilansir dari berbagai sumber, Jum’at, 5 Agustus 2022, hakim memutuskan jika argumen yang diberikan oleh perusahaan raksasa gas dan minyak itu “sama sekali tidak berdasar”.
Dalam opini setebal 85 halaman, Hakim Pengadilan Distrik AS Royce Lamberth menyimpulkan bahwa kesaksian saksi dan dokumen internal ExxonMobil, menemukan bahwa personel keamanan yang disewa oleh perusahaan telah melecehkan penduduk desa di provinsi Aceh selama akhir 1990-an dan awal 2000-an.
Lamberth mengatakan argumen perusahaan multinasional asal Amerika Serikat tentang hukum Indonesia dan bukti lain dalam kasus itu adalah tindakan hukum yang salah.
Lamberth memutuskan bahwa gugatan penduduk desa itu telah dimenangkan di sistem pengadilan AS.
Sebagai informasi, penduduk desa di Aceh menuduh bahwa mereka diserang, disiksa, dianiaya dan, dalam beberapa kasus, dibunuh, oleh tentara Indonesia yang dikontrak ExxonMobil untuk memberikan keamanan di ladang gas Arun selama pertempuran antara pejuang separatis dan militer.
“Kami bersyukur bahwa pengadilan tergerak oleh bukti yang kami hadirkan. Lebih dari selusin saksi mata yang jadi korban setuju bahwa kasus hak asasi manusia yang dilanggar oleh ExxonMobil ini harus dilanjutkan ke pengadilan,” kata Agnieszka Fryszman, pengacara penggugat dan ketua Human Rights Cohen Milstein Praktek Hak, dalam sebuah pernyataan.
“Kasus ini telah naik turun ke Mahkamah Agung dan diikat dalam litigasi praperadilan selama lebih dari 20 tahun. Ini adalah titik balik bagi klien kami yang telah bertahan begitu lama dengan harapan mendapatkan keadilan. Kami berharap dapat memberikan bukti kami kepada hakim,” tambahnya lagi.
Dokumen pengadilan menyatakan bahwa 5.500 tentara telah dikerahkan ke provinsi Aceh pada Februari 2001.
Dan1.000 di antaranya disewa oleh ExxonMobil Oil Indonesia – sebuah perusahaan yang lahir dari penggabungan antara Mobil Oil dan Exxon pada tahun 1999.
Dalam pengajuan pengadilan terbaru, pengacara ExxonMobil mengatakan para penggugat gagal menunjukkan bukti bahwa Exxon Mobil Oil Indonesia telah menyewa tentara untuk melindungi fasilitas ladang gas Arun.
Nasier Husen, seorang pembuat film dokumenter dari Lhokseumawe di Aceh, yang telah menghabiskan waktunya selama puluhan tahun mewawancarai tersangka korban pelecehan oleh tentara yang bekerja untuk ExxonMobil, mengatakan, “Orang-orang di sekitar ladang gas Arun dan kelompok ExxonMobil lainnya tahu tentara mana yang bekerja di daerah itu dan mana yang tidak,” kata Husen.
“Bahkan jika mereka tidak tahu nama mereka, mereka tahu ada banyak tentara yang terlibat dalam kekejaman ini. Tetapi ExxonMobil diizinkan untuk membela diri secara hukum sesuai keinginannya.” kata Husen lagi.
Husen mengatakan pengacara ExxonMobil telah gagal mempertimbangkan konteks budaya dan sejarah dari situasi tersebut, yang sekarang menjadi catatan publik.
Sejak berakhirnya perang saudara pada tahun 2005, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang didukung pemerintah Indonesia dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) telah banyak mendokumentasikan pelanggaran yang dilakukan oleh militer Indonesia baik di sekitar ladang gas Arun maupun di seluruh Aceh.
“Saya tinggal di sebuah desa di luar kota utama Lhokseumawe selama konflik, dan setiap kali saya pergi bekerja, saya akan bertanya dalam hati, ‘Apakah ini hari kematian saya? Apakah saya akan mati sebelum saya pulang atau akankah saya diculik? Apakah saya akan disiksa lalu mati?’” tambah Husen.
“Hal yang sama juga dipikirkan oleh istri saya. Terkadang saya membayangkan, jika suatu saat ia pulang telah menjadi mayat.” tutup Husen.
Pada bulan April 2022, ExxonMobil kalah telak, sesuatu yang sangat jarang terjadi dalam dunia migas internasional.
Lamberth memutuskan perusahaan raksasa gas dan minyak itu harus membayar denda sebesar USD 288.900,78.
Namun, ExxonMobil selalu membantah telah melakukan kesalahan.
“Kami telah melawan klaim tak berdasar ini selama bertahun-tahun. Selama menjalankan bisnis di Indonesia, ExxonMobil telah bekerja dari generasi ke generasi untuk meningkatkan kualitas hidup warga di Aceh melalui penyerapan tenaga kerja lokal, penyediaan layanan kesehatan dan CSR masyarakat. Perusahaan kami adalah perusahaan yang profesional. Kami tentu saja mengutuk keras pelanggaran HAM dalam bentuk apapun,” kata juru bicara ExxonMobil Todd Spitler dalam sebuah pernyataan.