Pemerintah berencana menaikan harga BBM. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) bakal menggelar menolak rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi besok. Selain soal BBM, HMI bakal menyoroti soal kenaikan tarif listrik hingga mafia migas.
Dalam rilis yang didapat detikcom, PB HMI bakal menyampaikan tuntutannya pada Senin (29/8) pukul 10.00 WIB. Aksi ini bakal digelar serentak di seluruh Indonesia.
Ketua Umum PB HMI Raihan Ariatama menolak pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Menurutnya, hal itu dapat mengorbankan kondisi ekonomi rakyat, khususnya kelas menengah ke bawah dan pelaku usaha mikro-kecil-menengah (UMKM).
“Menolak rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi karena akan mengorbankan kondisi ekonomi rakyat, terutama masyarakat kelas menengah ke bawah dan pelaku UMKM, yang belum sepenuhnya pulih akibat terpaan pandemi COVID-19,” kata Raihan Ariatama dalam keterangannya, Minggu (28/8/2022).
Selain itu, HMI meminta pemerintah mencabut kebijakan tarif dasar listrik. Terkait isu mafia migas, kata Raihan, dia mendesak pemerintah menegakkan hukum yang adil dan transparan. Pemerintah diminta memeriksa semua pihak yang terlibat.
“Memperbaiki dan memperkuat data kondisi ekonomi rakyat hingga penyaluran BBM bersubsidi dapat tepat sasaran,” ucapnya.
Raihan merasa perlu dilakukan pembatasan dalam penerimaan BBM bersubsidi untuk jenis kendaraan tertentu, seperti kendaraan roda dua, angkutan umum, dan angkutan logistik. Dia menyarankan adanya pengawasan.
“Pembatasan BBM bersubsidi ini harus disertai dengan pengawasan yang ketat agar tidak terjadi kebocoran penyaluran BBM bersubsidi ke sektor industri, pertambangan, dan perkebunan,” pungkasnya.
Raihan juga menyoroti penambalan subsidi BBM dan listrik. Hal itu dapat dilakukan dengan cara mengalokasikan pendapatan besar dari kenaikan harga komoditas di pasar global.
“Mengalokasikan pendapatan yang besar dari kenaikan harga komoditas sumber daya alam (SDA) di pasar global seperti batubara dan sawit untuk menambal subsidi BBM dan listrik,” ujar Raihan.
Terakhir, dia meminta pemerintah melakukan relokasi anggaran belanja kementerian atau lembaga negara yang tidak produktif. “Mendorong percepatan transisi energi dari energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT) yang lebih ramah lingkungan sebagai solusi ketahanan energi jangka panjang,” tutupnya.