Kementerian Keuangan di bawah kepemimpinan Sri Mulyani Indrawati meminta persetujuan kepada Badan Anggaran (Banggar) DPR), untuk menggunakan barang milik negara (BMN) sebagai underlying asset SBSN senilai Rp 395,06 triliun pada 2023.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Kacaribu menjelaskan, kebijakan pada 2023 akan mengarahkan utang sebagai instrumen pendukung yang dikelola secara prudent atau hati-hati, efisien, dan sustainable. Pendalaman pasar mendukung sustainabilitas untuk menjaga stabilitas fiskal.
Oleh karena itu, penerbitan surat berharga negara (SBN) pada 2023 di pasar domestik dan utang luar negeri (ULN) sebagai pelengkap dengan mempertimbangkan biaya dan risiko.
“Pemanfaatan pinjaman tunai dengan kapasitas pemberi pinjaman dan ketersediaan underlying,” jelas Febrio dalam rapat kerja dengan Banggar DPR, dikutip Selasa (13/9/2022).
Febrio bilang, strategi SBN dengan optimalisasi penerbitan SBN domestik mendorong pendalaman pasar, fleksibilitas, dan pengendalian vulnerabilitas utang. Di mana pada 2023 diperkirakan masih menemui sejumlah tantangan.
Tantangan yang dimaksud Febrio dalam menerbitkan SBN pada 2023 di antaranya yakni masih tingginya volatilitas pasar keuangan global yang diperkirakan memberi tekanan pada fluktuasi yield.
Tantangan selanjutnya yang dihadapi dalam penerbitan SBN pada 2023 yakni risiko tekanan pada yield SUN yang juga dipengaruhi oleh semakin ketatnya likuiditas global dan tekanan inflasi yang moderat.
Pemerintah berencana menerbitkan SBSN pembiayaan proyek di tahun depan senilai Rp 34,4 triliun atau mengalami peningkatan dibandingkan outlook penerbitan SBSN tahun ini sebesar Rp 30,4 triliun.
“Penerbitan SBN termasuk sukuk atau SBSN senilai Rp 34,4 triliun. SBSN proyek merupakan bagian dari SBN neto untuk membiayai langsung belanja K/L sesuai prioritas pembangunan,” jelas Febrio.
Adapun total pembiayaan proyek SBSN sepanjang 2013-2022 telah mencapai Rp 175,38 triliun, yang terealisasi 4.248 proyek yang tersebar di 34 provinsi.
Penerbitan sukuk memerlukan underlying assets di antaranya berupa barang milik negara (BMN). Oleh karenanya, dalam kesempatan itu, Febrio memohon persetujuan Banggar DPR untuk menjadikan penggunaan BMN senilai Rp 395,06 triliun sebagai underlying asset SBSN.
“Pemerintah mengajukan permohonan persetujuan DPR atas penggunaan BMN sebagai underlying asset SBSN senilai Rp 395,06 triliun. Mohon mendapatkan persetujuan dari DPR. ,” jelas Febrio.
Permohonan pemerintah itu pun langsung disepakati oleh Ketua Badan Anggaran Said Abdullah dalam kesempatan yang sama.
“Penerbitan sukuk memerlukan underlying asset SBSN berupa barang milik negara senilai Rp 395,06 triliun. Setuju,” timpal Said sambil mengetuk palu tanda disepakati permohonan tersebut.
Sebagai gambaran, SBSN merupakan salah satu instrumen fiskal APBN yang diatur dalam Undang Undang Nomor 19 Tahun 2008. Ini merupakan instrumen pembiayaan untuk membiayai proyek yang menjadi landasan bagi surat berharga syariah yang dikeluarkan negara.
SBSN diterbitkan dengan tujuan pembiayaan APBN termasuk percepatan pembangunan proyek-proyek di seluruh Indonesia. Sekaligus untuk mendorong pengembangan pasar keuangan syariah dalam negeri.
Daftar Nilai BMN yang Disepakati Dijadikan Aset SBSN
CNBC Indonesia menerima rincian daftar BMN yang dimohonkan pemerintah untuk dijadikan sebagai underlying asset SBSN tahun depan.
Dari rincian tersebut diketahui aset BMN yang dijadikan underlying asset sebesar Rp 395,06 triliun tersebar di sejumlah kementerian dan lembaga di 37 Provinsi di Indonesia, dengan jumlah 1.322 barang milik negara.
Adapun Kepolisian RI lembaga tertinggi yang BMN-nya dijadikan sebagai underlying asset SBSN oleh pemerintah, dengan jumlah 373. Disusul Kementerian Keuangan sebanyak 279 BMN, kemudian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 257 BMN.
Berikut rinciannya:
Sumber : CNBC Indonesia