Aksi kekerasan seksual yang dilakukan seorang calon pendeta (Vikaris), terhadap 14 orang anak di Kabupaten Alor, NTT. Mendapat kecaman Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA), Nusa Tenggara Timur (NTT), Veronika Ata.
Menurut Veronika Ata, kekerasan seksual yang menimpa 14 orang itu patut dikecam. Pasalnya, di tengah perjuangan pemerintah, masyarakat dan berbagai aktivis untuk menghentikan kekerasan seksual, justru terjadi banyak kekerasan seksual pada anak.
Membiayai Laptop Baru Anda
Sehingga untuk perlindungan terhadap para korban, maka perlu mendapatkan layanan psikologis dan didampingi agar mereka memperoleh kekuatan dan pemulihan. Anak-anak yang menjadi korban tersebut harus dilindungi identitasnya dan tidak persalahkan.
Kami mengecam kejahatan seksual yang terjadi pada 14 orang anak dan remaja ini, apalagi oleh seorang vikaris,” katanya, Rabu (21/9).
Ia menegaskan, pelaku wajib diproses secara hukum dan dikenai pasal berlapis, agar mendapat hukuman maksimal atau seberat-beratnya untuk memberikan rasa keadilan bagi para korban maupun efek jera bagi pelaku.
Penerapan pasal pidana terhadap pelaku, antara lain UU Perlindungan Anak, KUHP dan secara khusus UU Tindak Pidana Kekerasan seksual. “Selain hukuman kebiri yang diatur oleh UU Perlindungan anak, pelaku dapat dikenakan pasal 12 UU no. 12/ tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS),” pinta Veronika Ata.
Ia menambahkan, dalam pasal 12 mengatur tentang eksploitasi seksual, dengan hukuman maksimum 15 tahun. Bahkan ketentuan pasal 15 UU TPKS bahwa pidana ditambah sepertiga jika dilakukan terhadap lebih dari satu orang. Adapun Pidana tambahan yakni, pengumuman identitas pelaku.
“Kita berharap anak-anak yang menjadi korban bisa didampingi secara hukum, psikologis, rohani maupun layanan kesehatan. Sedangkan pelaku, wajib proses hukum, dikenakan pasal berlapis dan hukuman maksimal,” kata Veronika.
Sebelumnya, Sinode Gereja Masehi Injili Timor (GMIT) menyatakan menunda, atau membatalkan pentahbisan terhadap Apriyanto Snae (35) sebagai pendeta, setelah ditetapkan sebagai tersangka pencabulan dan pemerkosaan terhadap 14 orang anak di Kabupaten Alor, NTT.
Sekertaris Sinode GMIT, Pendeta Elisa Maplani menceritakan, kasus ini muncul setelah salah satu orang tua korban mengirimkan gambar tak senonoh, kepada ibu ketua Sinode GMIT Pendeta Merry Kolimon saat sedang melakukan kegiatan kerohanian di Fatukopa.
Sinode GMIT kemudian membentuk sebuah tim kecil untuk menelusuri kasus ini. Awalnya pelaku membantah perbuatannya dengan alasan, gambar tak senonoh tersebut harusnya dikirim kepada pacarnya untuk mengkonsultasikan penyakit hernia yang diderita. Namun salah mengirim kepada dua orang anak yang menjadi korban pertama. (Sumber.merdeka.com)