Baru-baru ini, badan yang mengawasi pangan di Hong Kong menarik salah satu produk pangan dari Indonesia. Penarikan tersebut disebabkan adanya kandungan zat pada sampel uji yang diduga melebihi batas aturan setempat.
Menindaklanjuti temuan tersebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan klarifikasi. Lantas, apakah produk tersebut beredar di Indonesia dan bagaimana keamanannya? Berikut penjelasannya!
1. Penarikan produk mi instan asal Indonesia
Pada tanggal 27 September 2022, Centre for Food Safety (CFS) atau badan yang mengawasi pangan di Hong Kong menerbitkan informasi publik mengenai penarikan produk mi instan asal Indonesia. Dalam sampel mi instan tersebut ditemukan kandungan pestisida bernama etilen oksida.
Adanya temuan tersebut membuat CFS mengimbau agar masyarakat setempat tidak mengonsumsi produk dengan batch terkait. Mereka juga meminta agar menghentikan penjualan produk dengan batch jika memilikinya.
2. Ditemukan adanya etilen oksida pada sampel produk
CFS melakukan pengujian dalam program pengawasan makanan atau Food Surveillance Programme yang dilakukan secara berkala. Sampel produk dikumpulkan dari supermarket yang berada di Lok Fu.
Dari hasil pengujian, sampel produk bernama Mi Instan Goreng Rasa Ayam Pedas Ala Korea merek Sedaap atau Sedaap Korean Spicy Chicken Flavour Fried Noodle asal Indonesia dengan tanggal kedaluwarsa 19 Mei 2023 ditemukan adanya etilen oksida pada mi, bumbu, dan bubuk cabai.
Adanya temuan tersebut membuat CFS mengintruksikan vendor untuk menghentikan penjualan dan mengeluarkan batch produk terkait dari rak.
Pengecer yang bersangkutan juga telah melakukan penarikan kembali terhadap produk dengan batch terkait. Masyarakat setempat juga diminta agar tidak mengonsumsi batch produk terkait apabila telah membelinya.
3. Penjelasan BPOM
Adanya penarikan produk mi instan yang berasal dari Indonesia di Hong Kong membuat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyampaikan beberapa informasi dalam laman resminya. BPOM menjelaskan bahwa etilen oksida merupakan pestisida yang digunakan untuk fumigasi.
Penarikan produk tersebut karena terdeteksi residu etilen oksida pada produk mi yang tidak sesuai dengan peraturan di Hong Kong. Temuan residu etilen oksida dan senyawa turunannya (2-Chloro Ethanol/2-CE) dalam produk pangan merupakan isu baru atau emerging issue pada tahun 2020 yang dimulai dengan notifikasi oleh European Union Rapid Alert System for Food and Feed (EURASFF).
4. Bagaimana keamanan produk tersebut di Indonesia?
Adanya kasus tersebut mungkin membuat beberapa orang menjadi khawatir untuk mengonsumsi produk terkait. Pasalnya, produk mi instan tersebut juga dipasarkan di Indonesia.
BPOM telah melakukan penelusuran mengenai produk terkait. Berdasarkan penelusuran BPOM, produk mi instan yang ditarik di Hong Kong berbeda dengan produk bermerek sama yang beredar di Indonesia. Menurut BPOM, produk yang beredar di Indonesia telah memenuhi persyaratan.
5. Aturan tentang etilen oksida masih sangat beragam di berbagai negara
BPOM menerangkan bahwa Codex Allimentarius Commission (CAC) sebagai organisasi internasional di bawah Badan Kesehatan Dunia (WHO)/Food and Agriculture Organization (FAO) belum mengatur mengenai etilen oksida dan senyawa turunanya sehingga aturan etilen oksida menjadi sangat beragam di berbagai negara. Maka dari itu, BPOM meminta penjelasan lebih rinci mengenai hasil pengujian produk terkait kepada otoritas keamanan pangan di Hong Kong.
Lebih lanjut, BPOM juga melakukan kajian kebijakan mengenai etilen oksida dan turunannya pada mi instan. BPOM juga memantau perkembangan terbaru mengenai peraturan dan standar keamanan pangan internasional.
Penarikan produk mi instan yang ditarik di Hong Kong karena terdeteksi residu etilen oksida yang tidak sesuai dengan peraturan setempat. Temuan residu etilen oksida dan senyawa turunannya dalam produk pangan merupakan isu baru. Meskipun begitu, BPOM menyampaikan bahwa produk yang beredar di Indonesia telah memenuhi persyaratan.
Sumber : CNBC Indonesia