Sejarah pergerakan kemerdekaan sepak bola Indonesia tak cuma dilakukan lewat perlawanan menenteng senjata serta lewat jalan diplomasi saja. Sepak bola ternyata punya peran besar dalam menyulut semangat para pemuda melawan kolonialisme di lapangan hijau.
Perjuangan kemerdekaan lewat sepakbola ini tentu tak bisa lepas dari nama-nama pahlawan macam Tan Malaka sampai Soeratin Sosrosoegondo. Bahkan, nama terakhir merupakan sosok utama yang memprakarsai berdirinya Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI), organisasi yang kini jadi federasi tertinggi bal-balan Tanah Air.
Barangkali, nama-nama di atas dan banyak orang yang menjadikan sepakbola sebagai alat perjuangan bangsa di era kemerdekaan bakal mengernyitkan dahi ihwal kondisi bal-balan Indonesia, khususnya dalam kompetisi resmi yang digelar PSSI. Maklum, dewasa ini sepakbola justru memicu perseteruan-perseteruan yang berujung kekerasan di kalangan suporter.
Berdasarkan data Litbang Save Our Soccer (SOS), jumlah korban tewas akibat sepak bola sejak tahun 1994-2019 ini sudah lebih dari 70 orang. Mayoritas korban meninggal yang terjadi diakibatkan karena bentrok antar-suporter, termasuk nama Haringga Sirla, yang meregang nyawa tiga tahun silam akibat pengeroyokan di Kota Kembang tahun lalu saat dilangsungkan laga panas antara Persib melawan Persija.
Ia merupakan korban dari rivalitas antara suporter Persib dan Persija yang mulai memanas sejak memasuki era milenium. Walau bukan bagian dari sejarah perseteruan kedua suporter, mirisnya, Haringga tetap jadi tumbal ketujuh dari permusuhan yang diwarnai pertumpahan darah dua seteru tersebut.
Kendati demikian, keluarga Haringga tak menyimpan dendam. Justru, Mayrisa Sirawati, yang notabene adalah kakak kandung Haringga, mengingatkan bahwa tak boleh ada lagi keluarga lain yang merasakan hal yang sama dengan keluarganya dan jatuhnya korban jiwa dalam sepak bola.
“Saya tak mau kejadian tersebut terulang, saya pribadi selalu bilang ke Jakmania, suporter Persija, jangan ada dendam lagi, kalian harus menunjukkan sportivitas, hal-hal yang sifatnya buruk jangan dicontoh, cukup adik saya yang terakhir, jika kejadian itu terulang lagi kapan selesainya,” kata Mayrisa kepada IDN Times.
Ia pun berharap seluruh suporter tanah air tak lagi bertindak anarkis dan merugikan pihak lain. Ia ingin semuanya bersikap sportif setiap menyaksikan klubnya bertanding di lapangan, termasuk dalam hal ini adalah perseteruan The Jakmania dan Bobotoh.
Baginya, sepak bola justru harus jadi alat pemersatu bangsa, layaknya yang dilakukan oleh para pahlawan di masa kemerdekaan dulu. Jadi, lanjut dia, seluruh elemen dalam sepak bola, baik itu yang terlibat di dalam lapangan mau pun di luar harus menjadikan olahraga paling populer di dunia itu memberikan dampak positif bagi bangsa.
Sementara, salah satu anggota The Jakmania yang juga merupakan pendiri fanbase Sepakbola Jakarta, Muhammad Fayyadh, menyebut rivalitas yang sudah terjadi antara kedua pendukung tim raksasa di Indonesia ini sudah dianggap kelewatan.
Menurutnya, ketika sebuah rivalitas menimbulkan korban jiwa atau keluar dari koridor sportivitas olahraga, hal itu dianggap sudah tak sehat.
“Bagaimana pun, rivalitas sekencang apa pun, pertandingan tetap digelar di dalam lapangan dan selama 90 menit. Di luar itu, semua kembali normal. Sekarang ini (kondisi) bukan rivalitas yang seharusnya,” ujar dia ketika diminta menilai kondisi pertikaian yang melibatkan The Jakmania dan Bobotoh.
Dalam lubuk hatinya, ke depan ia berharap adanya perdamaian yang sebenarnya. Tapi, terlepas dari rekonsiliasi yang bisa diwujudkan atau tidak nantinya, Fayyadh yakin, kedua kubu dalam waktu dekat bisa menurunkan tensi. Apalagi, sebagai generasi penerus yang tak terlibat langsung dalam sejarah pertikaian, kedua suporter memiliki peluang bisa kembali berdampingan menonton laga antara Persija melawan Persib.
Fayyadh juga minta keduanya tak harus memaknai rivalitas berlebihan. Bagaimana pun, toleransi dan persatuan bangsa harus dikedepankan.
Walau begitu, ia masih yakin rivalitas diperlukan dalam sebuah pertandingan, termasuk dalam pertandingan Persija melawan Persib. Hal itu agar pertandingan bisa berjalan lebih menarik, lalu pemain lebih termotivasi, serta membuat suporter kreatif hingga bersemangat ramai-ramai menuju ke stadion. Dengan catatan, hal tersebut dilakukan dengan kerangka sepakbola.
Bobotoh Dirikan LBHK
Di sisi lain, salah satu juru bicara Viking Jakarta dan juga Lembaga Bantuan Hukum dan Keadilan (LBHK) Bobotoh, Dhanny Kusuma, pihaknya juga terus meminimalisasi ketegangan yang melibatkan keduanya. Banyak faktor yang dilakukan untuk mewujudkan terjadinya perdamaian, salah satunya lewat kampanye besar yang dilakukan kelompok suporter terbesar Maung Bandung, Viking Persib Club, pada musim 2019 ini.
“Kami sendiri Bobotoh, melalui sebuah komunitas Viking, menjadikan tahun ini dengan kampanye “say no to racism”’ minimal kami menjauh dari perkataan rasialis. Kemudian kami juga tak akan melakukan tindakan anarkis yang nantinya bisa merugikan kami sendiri,” ujar pria yang juga disapa Bob tersebut.
Hal itu diharapkan, agar memberikan dampak bagi semua elemen suporter di Indonesia karena ia tak ingin kelompoknya jadi pelaku kriminal dalam melakukan aktivitas mendukung klub kebanggannya. Hanya saja, hal tersebut tak bisa dilakukan sendirian karena semua elemen baik federasi, pelaku di lapangan dan luar lapangan, harus bisa menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik.
Selain usaha tersebut, Bobotoh di perbatasan juga menginisiasi untuk mendirikan LBHK. Hal itu dilakukan untuk membantu Bobotoh yang terlibat dalam kekerasan yang masuk kasus hukum akibat konflik dalam mendukung timnya, terutama untuk yang berada di jalur perbatasan.
Lebih jauh, LBHK didirikan bukan untuk membela yang benar atau salah, tujuan utamanya, kata Danny adalah memberikan edukasi hukum pada suporter untuk bisa taat hukum dan taat aturan sehingga tak ada lagi pendukung yang mendapat masalah karena pelanggaran hukum.
Semua pihak tentu harus mengapresiasi usaha dan keinginan yang dilakukan kedua belah pihak, termasuk keikhlasan yang ditunjukkan oleh keluarga almarhum Haringga yang ingin sepak bola Indonesia memberikan dampak positif. Sebab, tak ada kemenangan yang sebanding dengan nyawa.
Siapa pun tentu berharap sepak bola bisa kembali jadi alat pemersatu bangsa, sehingga ke depan semua orang bisa kembali menonton pertandingan sepak bola dengan aman dan nyaman. Lalu, semua orang tak perlu khawatir lagi dengan masalah keselamatannya jika menonton pertandingan langsung di stadion.
Sumber : IDN Times