Timnas Amputee Indonesia ternyata berawal dari iseng-iseng semata. Tapi, gerakan mereka menjadi besar setelah dipastikan tampil pada Piala Dunia 2022, 1 hingga 9 Oktober 2022 di Turki mendatang.
Namun sebelum melenggang ke Piala Dunia, Persatuan Sepak Bola Amputasi Indonesia (PSAI) harus melewati sederet halang rintang terlebih dahulu. Maklum, mereka hanya seonggok organisasi kecil yang entah tujuannya mau di bawa ke mana.
Perihnya petualangan mereka dalam membangun PSAI telah dimulai sejak 2015 lalu. Beruntung, mereka bisa menembus Piala Dunia dan menjadikan organisasinya sedikit lebih besar karena sudah tersorot banyak pasang mata.
1. Ada campur tangan Malaysia
Ya, PSAI dibentuk lewat inisiatif tiga orang. Mereka adalah Yudhi Yahya, yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum PSAI, Junaidi Abdillah selaku penjaga gawang Timnas Amputee, dan Casroni yang sudah lama pergi dari kepengurusan.
Tujuan PSAI dibentuk untuk mengumpulkan sesama disabilitas yang menyukai sepak bola. Setelah terkumpul beberapa orang, kegiatan bermain sepak bola akhirnya dimulai. Memang, saat itu, hanya berniat untuk fun football semata.
“Pada 2015, kami ngobrol sama teman-teman salah satunya inisiator PSAI Jun dan Roni. Kami buat satu tim, dikumpulin siapa yang punya minat atau hobi walaupun belum ada yang punya latar belakang sepak bola. Tapi ternyata, kami punya mimpi yang sama,” kata kata Yudhi Yahya kepada IDN Times.
Awalnya, PSAI ataupun Timnas Amputee Indonesia hanya latihan seadanya. Kaki palsu dan tongkat dijadikan sebagai gawang. Wajar saja, mereka latihan di lapangan gratisan.
“Pertamanya iseng, ada tidak sih sepak bola yang mewadahi orang-orang seperti saya yang tidak punya tangan atau tidak punya kaki. Setelah dicari, ternyata ada. Pada 2015 lalu, kami itu sama sekali tidak ada fasilitas. Kami latihan itu gawangnya pakai tongkat bahkan kaki palusi teman,” kata Junaidi.
Seiring waktu berjalan, langkah berat PSAI akhirnya sedikit teringankan. Tepatnya pada 2018, mereka mendapat undangan dari Malaysia yang juga bergerak di bidang yang sama. Bermula dari situ, Indonesia, Malaysia dan sejumlah negara lainnya diakui oleh World Amputee Football Federation (WAFF).
Karena itu, mereka bisa bertolak ke Piala Dunia usai melakoni kualifikasi bersama, Jepang Malaysia, dan Bangladesh selaku tuan rumah di zona Asia Timur.
“Kami belum punya anggaran, dan akhirnya lelah kita terbayarkan setelah mendapat undangan dari Malaysia meski pontang-panting cari dana buat berangkat ke sana. Pada 2018-2020, kami, Malaysia dan 11 negara Asia lainnya bisa membentuk lembaga resmi di bawah WAFF,” kata Yudhi.
2. Setelah Piala Dunia, PSAI mau apa?
Setelah Piala Dunia yang berakhir pada 9 Oktober 2022 mendatang, PSAI sudah ditunggu tantangan besar. PSAI harus bergerak cepat untuk merealisasikan mimpinya satu demi satu.
Ambisi utamanya adalah menggelar liga sepak bola amputasi di Indonesia secara resmi. Namun, Yudhi sadar rencana tersebut tak mungki terealisasi dengan waktu singkat. Paling tidak, kompetisi baru bisa berjalan tahun depan.
Pun, PSAI juga sedang membuat agenda di kalender nasional periode 2023. Selain liga, ada kompetisi lain seperti Piala Presiden dan Piala Menpora. Rencana ini dirancangkan setelah bertemu Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan Menpora RI, Zainudin Amali.
“Target kita untuk menyelesaikan kalender nasional. Dalam kalender nanti, ada Piala Presiden dan Piala Menpora. Mungkin dua ini dulu yang bisa bergulir sebelum adanya liga,” kata Yudhi.
3. Demi menggerakkan roda ekonomi kelompok disabilitas
Rangkaian kompetisi yang diwacanakan bergulir pada 2023 itu tentu bisa membantu menggerakkan roda ekonomi kelompok disabilitas. Sebab, jika industrinya berjalan, lapangan pekerjaan untuk banyak kelompok disabilitas bakal terbuka.
Yudhi juga mengakui bukan hanya kelompok disabilitas yang akan mendapat lapangan pekerjaan baru. Mereka yang terlahir normal, tapi masih menganggur, akan ikut kecipratan. PSAI membutuhkan tenaga dari mereka.
“Ya itu tujuan utama kami juga [membuka lapangan pekerjaan]. Soalnya, sejauh ini kan mereka sulit ya untuk mendapat pekerjaan. Tapi, gak cuman mereka. Yang normal juga dapat, kan kami butuh mobilitas. Seperti wasit yang harus sigap,” kata Yudhi.
4. Meningkatkan keberanian kelompok disabilitas untuk unjuk gigi
Dengan kompetisi yang sudah dirancang, kapten Timnas Amputee, Aditya, tak sabar Sepak Bola Amputasi memiliki panggung di Tanah Air. Dia ingin melihat rekan-rekan disabilitas lainnya bisa mewujudkan mimpi yang lama tenggelam.
Hal itu dikarenakan banyak yang minder dengan kondisinya lantaran mereka belum berdamai dengan dirinya sendiri.
“Sebenarnya liga bisa juga buat peluang teman-teman disabilitas yang punya mimpi bermain sepak bola. Ini bisa jadi ladang untuk mereka,” kata Aditya.
5. Di Eropa, sepak bola amputasi sudah menjadi bisnis
Indonesia sebenarnya sudah tertinggal dalam mengembangkan industri sepak bola amputasi. Sebab, di Eropa sudah berjalan lama. Sepak bola amputasi di Benua Biru sudah bisa dikonversikan menjadi bisnis.
Namun belum ada kata terlambat. Pintu industri sepak bola amputasi di Indonesia sudah mulai terbuka. Buktinya, banyak perusahaan swasta yang berani memberikan sponsor besar kepada PSAI untuk bertolak ke Turki.
Hal tersebut menjadi momentum. Maka dari itu, Junaidi berharap doa dan dukungan dari masyarakat Indonesia agar PSAI bisa merealisasikan kompetisi sepak bola amputasi di Tanah Air.
“Saya lihat perkembangan sepak bola amputasi di Eropa sudah menjadi bisnis. Sudah ada transfer pemain. Banyak perusahaan swasta yang mencoba untuk mendekati, karena mungkin bagi mereka, ini ada nilai yang bisa diambil,” kata Junaidi.
Sumber : IDNTimes.com