Harga beras terus merangkak naik dalam tiga bulan terakhir. Kenaikan harga beras ini dikhawatirkan bisa memicu laju ke depan mengingat besarnya andil komoditas tersebut dalam bobot inflasi.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), beras menyumbang inflasi sebesar 0,04% (month to month/tm) pada September. Sumbangan tersebut lebih besar dibandingkan pada Agustus yakni 0,02% (mtm).
Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN) menunjukhan harga beras sudah naik dalam tiga bulan terakhir. Rata-rata harga beras kualitas medium I pada Juli mencapai Rp 11.754 per kg atau naik 0,16% dibandingkan Juni. Pada Agustus naik 0,82% menjadi Rp 11.870 dan pada September melonjak 1,39% menjadi Rp 12.036 per kg.
Bila dihitung sejak awal tahun, harga beras sudah melesat hampir 3% dari Rp 11.750 pada akhir tahun menjadi Rp 12.100 per kg pada hari ini, Selasa (4/10/2022).
Kepala BPS Margo Yuwono berkali-kali mengingatkan mengenai kenaikan harga beras dan dampaknya ke inflasi Indonesia. Pasalnya, bobot beras dalam perhitungan inflasi terbilang besar yakni 3,33%.
“Meskipun kenaikannya tipis tetapi memberi pengaruh ke inflasi besar,” tutur Margo, dalam konferensi pers inflasi September, Senin (3/10/2022).
Dia menjelaskan kenaikan beras pada September bukan disebabkan karena persoalan pasokan tetapi naiknya ongkos transportasi dan upah kuli panggul.
“Beras pada September ada inflasi lebih disebabkan karena meningkatnya ongkos angkut dan upah harian kuli panggul. Ini karena kenaikan transportasi naik,” imbuh Margo.
Margo mengingatkan pasokan pangan perlu tetap dijaga, khususnya beras. Pasalnya, jika pasokan terganggu di tengah kenaikan ongkos transportasi maka harga semakin mahal.
Data perkembangan indeks harga perdagangan besar (IHPB) pada September juga menunjukkan beras mengalami inflasi sebesar 2,09% (mtm). Artinya, harga beras di tinggal ritel bisa meningkat lagi pada bulan ke depan.
Ketua Umum Pemuda Tani Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Rina Sa’adah mengatakan adanya gangguan sentra produksi menjadi salah satu penyebab naiknya harga beras.
Dia menambahkan kenaikan harga beras juga menjadi imbas faktor musiman, fungsi alih lahan, pupuk yang mahal hingga perubahan iklim.
Masuknya beras sebagai salah satu penyumbang utama inflasi dalam dua bulan beruntun yakni Agustus dan September memutus tren positif beras yang sudah berlangsung beberapa tahun terakhir.
Sepanjang 2018-2021, hanya sekali beras masuk dalam 10 penyumbang inflasi tahunan yakni pada 2018. Pada tahun tersebut, harga beras menjadi penyumbang inflasi terbesar kedua setelah bensin. Lonjakan inflasi beras pada 2018 disebabkan adanya gangguan cuaca ekstrem.
Inflasi Indonesia pernah menjulang pada 2010 karena lonjakan harga beras. Inflasi pada 2010 tercatat 6,96% di mana beras menjadi penyumbang utama dengan kontribusi 1,29%.
Harga beras melonjak karena ada anomali cuaca. Harga beras bahkan melamungkan inflasi kelompok volatile hingga menyentuh 17,74% pada 2010.
Data BS menuunjukkan pada lima tahun terakhir (2017-2021), rata-rata harga beras di level grosir naik 4,84% dari Rp 11.534,93 per kg pada 2017 menjadi Rp 12.094,00 per kg pada 2021.
Terkendalinya harga beras salah satunya disebabkan oleh memadainya produksi komoditas tersebut.
produksi pada 2021 tercatat 54,42 juta ton gabah kering giling (GKG), turun 0,43% dibandingkan pada 2020 (54,65 juta ton). Pada 2019, produksi padi mencapai 54,60 juta ton.
Kendati produksi turun atau hanya naik tipis, konsumsi beras cenderung stagnan sehingga stok mencukupi. Pada 2021, produksi beras untuk konsumsi pangan penduduk mencapai 31,33 juta ton di tahun 2021. Sementara itu, pada tahun 2020 sebesar 31,50 juta ton dan 2019 sebanyak 31,31 juta ton.
Tercukupinya produksi beras membuat Indonesia mendapatkan penghargaan dari International Rice Research Institute (IRRI). Penghargaan itu diberikan atas keberhasilan sistem ketahanan pangan Indonesia dalam hal swasembada beras.
Penghargaan yang diberikan pada pertengahan Agustus lalu juga menandai baiknya untuk sistem pertanian dan pangan yang tangguh dan swasembada beras tahun 2019-2021 melalui penerapan inovasi teknologi pertanian.
Merujuk data World Economic Forum (WEF) pada 2019, Indonesia merupakan produsen terbesar beras ketiga di dunia. Total produksi beras mencapai 211,4 juta ton sementara India sebesar 177,6 juta ton kemudian Indonesia (54,6 juta ton).
Namun, konsumsi beras yang sangat besar membuat China dan Indonesia tidak mampu menjadi eksportir utama. Eksportir terbesar beras di dunia masih diduduki India, Vietnam, dan Thailand.
Sumber : CNBC Indonesia