Beberapa perusahaan raksasa energi mulai kembali menggunakan bahan bakar fosil. Hal ini dilakukan di tengah krisis energi yang mulai melanda dunia.
Di Denmark, perusahaan penyedia energi Orsted mengaku akan melanjutkan kembali operasi di tiga fasilitas pembangkit batu bara dan minyak setelah diperintahkan oleh otoritas untuk melakukannya. Ini untuk mengantisipasi kekurangan energi pada musim dingin.
“Arahan telah dibuat untuk memastikan keamanan pasokan listrik di Denmark.” ujar keterangan perusahaan itu seperti dikutip CNBC International, Selasa (4/10/2022).
“Perintah itu berlaku untuk unit 3 di Pembangkit Listrik Esbjerg dan unit 4 di Pembangkit Listrik Studstrup, yang keduanya menggunakan batu bara sebagai sumber bahan bakar utama, dan unit 21 di Pembangkit Beban Puncak Kyndby, yang menggunakan minyak sebagai bahan bakar,” tambah perusahaan.
Hal senada juga diiyakan CEO Orsted, Mads Nipper. Meski percaya bahwa penggunaan gas, minyak, dan batu bara harus sesegera mungkin, tetapi krisis energi Eropa tak memungkinkan itu dilakukan.
“Kami tentu saja akan berkontribusi pada memastikan pasokan listrik dengan kemampuan terbaik kami,” tegas Nipper.
Di Jerman, raksasa penyedia energi RWE juga mengaktifkan kembali tiga unit pembangkit lignit atau batu bara coklat. Hal tersebut atas dasar keamanan energi.
“Masing-masing unit memiliki kapasitas 300 megawatt. Penempatan mereka awalnya terbatas hingga 30 Juni 2023,” tambahnya.
Perlu diketahui Eropa selama ini gencar menyuarakan transisi energi. Tujuannya menggunakan energi terbarukan dan secara bertahap meninggalkan energi fosil.
Kebijakan itu tertuang dalam Kesepakatan Hijau Uni Eropa (UE) dan Fit for 55. Emisi rumah kaja di UE akan dikurangi hingga 55% dan target efisiensi energi melonjak 32,5% pada 2030.
Namun upaya ini terganjal setelah perang Rusia ke Ukraina. Sanksi yang diberikan Eropa dan sekutu untuk menghentikan Rusia dibalas dengan “perang energi” oleh Kremlin.
Eropa bergantung ke gas Rusia, yang dianggap paling ramah emisi, dibanding sumber fosil lain. Namun negeri Vladimir Putin terus memangkas gas bahkan menghentikan sementara aliran dengan sejumlah alasan yang membuat pasokan Eropa seret dan melonjaknya harga.
Sumber : CNBC Indonesia