Suatu berkah datang kepada seorang Aremania, namun ia menolak hal tersebut. Pangdam V Brawijaya Mayjend TNI Nurchahyanto mendatangi rumah salah satu suporter Arema FC atau Aremania yang ditendang prajuritnya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur.
Dalam kunjungannya pada Selasa (4/10), itu Nurchahyanto meminta maaf atas perbuatan anak buahnya terhadap Aremania bernama M Hazemi Rafsanjani (16) yang terekam kamera suporter lain dan viral di media sosial.
Ibunda korban, Isrotul, menceritakan saat Pangdam Brawijaya itu datang ke rumahnya dia bertanya ke putranya tersebut soal cita-cita. Nurchahyanto kemudian menawarkan warga Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang itu untuk masuk TNI sebagai tentara
“Saya enggak tahu jelas, sempat ditanyain (sama Pangdam) cita-citanya apa? Kalau mau jadi tentara silakan. Tapi anak saya enggak mau, mungkin kalau dia mau bisa juga ditawari jadi TNI AD tanpa tes. Saat itu anak saya jawab ingin jadi wirausaha,” ujar Isrotul, Rabu (5/10 ).
Selain Pangdam V/Brawijaya, Isrotul mengatakan bahwa pelaku yang menendang anaknya juga sempat datang ke rumah untuk meminta maaf. Pihak keluarga pun menerima itikad baik yang sudah dilakukan salah satu anggota TNI itu.
Namun, Isrotul menegaskan bahwa meski telah meminta maaf, keluarga tetap memilih untuk melanjutkan proses hukum atas perbuatan yang telah dialami putranya yang karib disapa Raffi. Pihaknya juga telah membuat laporan terkait penendangan yang sempat viral di media sosial itu.
“Datang meminta maaf itu sudah sangat baik. Maksudnya punya inisiatif baik, tidak membiarkan. Dari pelaku sendiri sudah meminta maaf. Keluarga memaafkan, tapi hukum harus tetap berlaku,” kata dia.
Di satu sisi, Isrotul mengungkapkan Raffi memang suka menonton Arema FC saat bermain di Malang. Ia menambahkan anaknya biasa berangkat menonton Arema FC bersama dengan teman-temannya. “Suka. Setiap ada main di kandang dia nonton. Biasanya nonton sama teman mainnya dan teman sekolahnya juga,” kata dia.
Sebelumnya di Istana Presiden, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menjelaskan pihaknya melakukan pemeriksaan terhadap pejabat dan prajurit TNI yang bertanggung jawab atas tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10) lalu. Ia memastikan sanksi untuk prajurit yang terbukti melanggar.
“Ya pasti pasti, sesuai pasalnya minimal ayat 351 KUHP minimal ayat 1, belum lagi nanti KUHP pasal 126 melebihi kewenangannya dalam bertindak. Itu minimal jadi kita pasti terus dan masing-masing pasal ini kan ada ancaman hukumannya,” kata Andika di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (5/10).
TNI, sebut dia, bakal memprioritaskan jalur pidana. Menurut Andika, tindakan para prajurit TNI kepada suporter Arema sangat jelas tindakan pidana. “Saya berusaha untuk tidak etik karena etik ini apabila tadi ada memang syarat-syaratnya bagi saya itu sangat jelas itu pidana,” kata dia.
Lebih rinci, Andika menyebut TNI telah memeriksa lima orang prajurit terkait tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur.
Andika berkata sebagian besar prajurit yang diperiksa telah mengakui perbuatannya dalam tragedi tersebut. Ia berjanji mengusut kejadian itu hingga tuntas.
“Sejauh ini prajurit yang sudah kita periksa ada lima, periksa ini karena sudah ada bukti awal. Dari lima ini, sudah empat mengakui, tapi satu belum, tapi kami enggak menyerah,” kata mantan KSAD itu.
Dia memaparkan empat orang di antara prajurit yang diperiksa berpangkat sersan dua. Sedangkan, satu orang lainnya berpangkat prajurit satu.
Sebagai informasi Tragedi Kanjuruhan terjadi pada Sabtu (1/10) malam lalu usai laga Arema FC versus Persebaya Surabaya dengan skor akhir 2-3.
Aparat gabungan membuyarkan suporter Arema yang masuk ke lapangan, termasuk pula dengan menembakkan gas air mata. Berdasarkan kesaksian dan juga video-video yang beredar, gas air mata itu ditembakkan pula oleh polisi ke arah tribun penonton. Hal itu kemudian memicu kepanikan suporter sehingga berdesakan keluar lewat pintu yang terbatas.
Banyak kemudian yang terluka hingga tewas karena sesak napas dan terinjak-injak dalam proses berdesak-desakan menghindari perihnya gas air mata itu. Per Rabu (5/10) pagi, Polri mengumumkan ada 131 orang tewas akibat peristiwa tersebut. (sumber-cnnindonesia.com)